Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, untuk bisa menguatkan isu primordial daÂlam suatu kontestasi pemilu, dibutuhkan beberapa syarat. Salah satunya, polarisasi dukungan yang sangat kuat.
"Memang ada beberapa antara partai oposisi dan pemerintah yang calonnya berbeda, tapi artiÂnya latar belakangnya tak bisa dieksploitasi masalah agama dan lain-lain seperti di Jawa Barat (Jabar)," jelas Tito di Jakarta, kemarin.
Dengan banyaknya partai oposisi mendukung jagoan peÂmerintah, Tito menyebut potensi emosional yang muncul nanti berupa emosional perorangan. Menurutnya itu berbeda karena bukan emosional poros partai, seperti di Pilkada DKI Jakarta.
"Nanti potensi emosional yang muncul adalah emosional perorangan dibanding dengan emosional poros partai. Ini bedadengan kasus Jakarta," kata manÂtan Kapolda Metro Jaya itu.
Kedua, ia pun yakin kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi semakin tinggi sehingga pilkada dapat berjalan aman.
Ketiga, Polri dan TNI komÂpak. "Selagi TNI Polri kompak sampai jajaran terbawah Insya Allah akan aman," lanjut Tito.
Sementara, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai, tidak perlu terlalu khawatirakan dipergunakanÂnya kembali isu SARA di Pilkada 2018.
Menurut Djayadi, potensi penggunaan isu primordial di pilkada tidak akan tinggi dan laku lagi. Karena untuk bisa menguatkan isu primordial daÂlam suatu kontestasi pemilu, dibutuhkan beberapa syarat.
Djayadi menyebutkan, banÂyak daerah nantinya tidak akan memenuhi syarat itu. "Jadi kalau dilihat ada ancaman atau tidak, kayaknya tidak terlalu kompetitif. Walhasil kita boleh bergembiralah dilihat dari periÂlaku politiknya," ucap Djayadi ditemui di Megawati Institute, Jakarta, kemarin.
Djayadi menyebutkan, syarat dimaksud adalah jika pemilu bersifat kompetitif, antara satu calon dan calon lainnya memiÂliki kubu pendukung yang sama-sama kuat atau terpolarisasi. Sebagai contoh ketika Pilpres 2014, kubu pendukung calon Presiden Jokowi dan Prabowo sama kuatnya.
Hal lainnya, jika masing-masing calon dianggap merepÂresentasikan dari suatu idenÂtitas berbeda. Bisa dari suku, daerah, ataupun agama tertentu. Menurut Djayadi, hal itu dapat menguatkan isu-isu primordial. Karena dirasa dapat memunÂculkan ancaman dari masing-masing identitas.
"Misal dari calon Amewakili Jawa, calon B mewakli Palembang. Akan laku isu itu (primordial)," ujar Djayadi.
4 Lokasi Di Papua Rawan Konflik Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar menyebut, Provinsi Papua jadi salah satu dari lima daerah paling rawan konflik di pilkada. "Di Papua, kata dia, ada empat lokasi dianggap palÂing rawan. Yakni Jayawijaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Paniai. Itu daerah yang memiliki potensi kerawanan dan perlu kita antisiÂpasi bersama," kata Boy Rafli di Jakarta, kemarin.
Boy mengaku, Kepolisian telah berkomunikasi dengan peÂnyelenggara serta meminta duÂkungan para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan kepala suku agar meminimalisasi gesekan.
Selain itu, Kepolisian bekerjasama dengan penyelenggara berupaya menanamkan kepada para pasangan calon agar siap mengÂhadapi hasil apapun, menang atau kalah. "Jadi kita proaktif buka jaringan komunikasi dengan mereka dan kita ikut serÂtakan tokoh-tokoh di sini tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat," ujarnya.
Selain itu, Boy berharap paraelit politik dapat menjadi pihak-pihak yang memotori lahirnya proses pilkada damai. Pasalnya, kecenderungan proses mobilisaÂsi massa tidak lepas dari mereka yang terkait langsung. "Akan tetapi apabila pasangan calon dan tim sukses memprovokasi, itu sangat dimungkinkan terjadinya benturan-benturan terjadi dalam masyarakat," jelasnya.
Dalam kontestasi Pilgub Papua, calon incumbent atau peÂtahana Lukas Enembe yang berpasangan dengan Klemen Tinal akan kembali bertarung menÂhadapi penantangnya pasanganJohn Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae. ***
BERITA TERKAIT: