Dilihat dari anggaran yang dialokasikan kepada lembaga-lembaga negara yang konsen pada pemenuhan hak-hak korÂban, jumlahnya dinilai masih kurang memadai. Padahal, seÂlain menuntut keadilan, para korban kejahatan juga berhak mendapatkan kompensasi dan rehabilitasi.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, mengatakan pihaknya berharap lembaga-lembaga negara yang konsen dalam pemenuhan hak korban, untuk bersama-sama mendorong presiden agar dapat meningkatÂkan alokasi anggaran.
"Untuk hal lain sangat gamÂpang keluarkan anggaran, tetapi untuk korban kok agak sulit," ujarnya saat menerima kunjunganpimpinan Komnas HAM periode 2017-2022 di Kantor LPSK, Jakarta.
Semendawai mengungkapkan, banyak korban tindak pidana terÂmasuk pelanggaran HAM berat di masa lalu yang ingin mendaÂpatkan layanan dari negara beruÂpa bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial untuk jangka waktu panjang. Tapi, hal tersebut akan sulit direalisasikan karena keterbatasan anggaran yang tersedia.
"Jika dipaksakan untuk jangka waktu panjang, dikhawatirÂkan (korban) yang lain tidak mendapatkan layanan. Prinsip keadilan sangat kita perhatikan," terangnya.
Sepanjang 2017, LPSK telah memfasilitasi ganti rugi atau restitusi bagi 55 orang korban tindak pidana. Sebanyak 54 orang di antaranya merupakan korban tindak pidana perdaganÂgan orang (TPPO). Sisanya satu orang, merupakan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan jumlah restitusi yang difasilitasi sebesar Rp1,082 miliar.
Terkait kerja sama yang sudah terjalin antara LPSK-Komnas HAM, sebenarnya sudah ada beberapa MoU, baik bilateral LPSK-Komnas HAM maupun multilateral yang melibatkan beberapa institusi.
"Tanpa MoU pun, sebenarnya LPSK-Komnas HAM bekerja bersama karena ada relasi yang dekat jika mengacu kepada tugas masing-masing," tandasÂnya. ***
BERITA TERKAIT: