Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Satgas Pangan Peluang Atau Bumerang?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/zainal-bintang-5'>ZAINAL BINTANG</a>
OLEH: ZAINAL BINTANG
  • Senin, 31 Juli 2017, 14:51 WIB
Satgas Pangan Peluang Atau Bumerang?
Zainal Bintang
TIDAK mengherankan penggerebekan gudang beras PT IBU (Indo Beras Unggul) pada Kamis (20/7) di Bekasi serta merta menimbulkan buntut polemik yang panjang.

Pro kontra pun tidak dapat dihindarkan akhirnya juag merebak ke wilayah publik. Masing-masing pihak baik yang pro maupun yang kontra aktif bertempur dan berwacana di jalur media. Di media mainstream, online, apalagi di medsos (media sosial).

Kasus beras Maknyuss dan Cap Ayam Jago yang diproduksi PT IBU dengan mudah memantik polemik di masyarakat. Komisaris Utama PT IBU adalah Anton Apriyantono, mantan Mentan era SBY (2004-2009), dengan segudang prestasi.

PT IBU adalah anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Sejahtera, sebuah perusahaan publik. Perusahaan yang berkualifikasi konglomerat yang dinakhodai mantan menteri. Masuk akal, jika timbul perlawanan yang gencar dari pihak PT IBU. Postur sebagai perusahaan besar bermodal kuat  dan dikendalikan mantan menteri itu,  jelas akan memilih bertempur melawan Satgas Pangan yang dianggap sewenang-wenang.

Mereka memilih wilayah media sebagai medan pertempuran. Sudah diduga sebagai salah satu strategi mereka untuk menguasai opini publik.

Sebagai fakta, sesudah penggerebekan berbagai argumentasi yang dikemukakan PT IBU berkonotasi menyudutkan Satgas Pangan. Makin lama terlihat di publik, yang mengendalikan pertempuran di media itu bukan ring satu PT IBU.

Meskipun pada awalnya ada upaya dari manajemen perusahaan itu melakukan klarifikasi melalui bantahan di media. Baik televisi, cetak maupun di online dan tentunya di medsos. Namun, tangan gesit dari pasukan syber lebih terasa getarannya.
          
Sekarang kan zaman sudah modern. Banyak hal bisa dilakukan di dalam rumah atau ruang kecil, asalkan ada media komputer dan semacamnya yang terkoneksi dengan internet.

Dari layar kaca segi empat itu kita bisa melihat dunia yang luas ini. Belanja apa saja, belajar apa saja. Termasuk perang dengan tujuan tentunya mengalahkan lawan, memporak-porandakan sistem informasi dan pemerintahan suatu negara.
           
Seperti kata Alon Ben David, analis militer dari Channel 10 Israel menyebutkan: Jika Anda punya beberapa orang pintar dan sebuah komputer yang bagus, Anda bisa melakukan banyak hal. Anda tidak perlu pesawat udara, tank, pasukan tentara. Anda bisa memasuki negara lain, menciptakan kerusakan besar tanpa perlu meninggalkan kursi empuk Anda.

Pola perlawanan pihak PT IBU yang menggunakan jalur media, yang secara sistematis membangun argumentasi tentang ketidak cermatan, bahkan ketidakbecusan Satgas Pangan memberi indikasi tangan tak terlihat perang syber nampak bekerja. Hal ini  menegaskan perusahaan itu adalah milik konglomerat kelas kakap tentunya, yang pantang menyerah karena merasa memiliki “pintu” rahasia untuk merangsek ke pusat kekuasaan.

Faktor ketergangguan zona nyaman yang mereka nikmati selama ini, mendorong mutlaknya melakukan serangan balik (fire back) dengan narasi yang sangat negatif, terkait profesionalitas instansi pemerintah yang terlibat langsung di dalam Satgas Pangan. Seperti diketahui di dalam Satgas Pangan terlibat Kementan, Kemendag, Kemendagri dan KPPU, disamping tentunya pihak kepolisian sebagai institusi yang memiliki kewenangan menindak unsur kriminalitas yang terkait di dalamnya.

Dengan cepat kasus ini bergulir ke wilayah politik. Anton Apriyantono didorong ke depan. Entah siapa yang mendorong. Anton adalah petinggi PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Dengan demikian terbangunlah asumsi di publik bahwa latar belakang penggerebekan itu, karena partainya beroposisi kepada pemerintah. Pembangunan asumsi yang yang tak berdasar ini, mengesankan Anton dan PKS diposisikan sebagai pihak yang dizolimi oleh rezim yang sedang berkuasa. Otomatis bermunculan aksi solidaritas dari komunitas yang selama ini merasa terzolimi.

Konsolidasi kaum terzolimi menggelinding dan membesar di media, khususnya di media online dan terbanyak di medsos (media sosial). Mereka mengusung tema: Perlawanan kepada pemerintah yang zalim. Tidak mengherankan jika melalui jaringan medsos yang ultra liberal dan tak bertuan itu Satgas Pangan dibully dan dikutuk habis-habisan. Tema dasar penggerebekan terpinggirkan. Percakapan semakin simpang siur. Pihak PT IBU terlihat tidak berniat menempuh jalur hukum untuk menggugat perlakuan yang tidak menyenangkan dari Satgas Pangan. Mereka terkesan lebih senang memelihara kesimpangsiuran di ranah medsos.

Seandainya, pihak PT IBU segera menempuh jalur hukum dipastikan kegaduhan di ruang publik segera terhenti. Karena persoalan pelanggaran hukum sejatinya diselesaikan lewat jalur hukum. Ada dugaan pihak PT IBU justru memang menghindari jalur hukum, karena memperkirakan data-data yang dimiliki Satgas Pangan cukup akurat. Tapi yang terbaca,  meluasnya wilayah publik yang anti pemerintah gara-gara pro kontra penggerebekan itu. Fenomena politik ini tidak bisa ditutupi.

Sangat boleh jadi, strategi yang dipilih ini, tanpa sadar melahirkan penumpang gelap, mereka yang selama ini tidak puas dengan kinerja pemerintah.  Pengaduan yang diterima pihak kepolisian maupun hasil pelacakan cukup banyak,  terkait praktik mafia pangan yang sudah puluhan tahun mengangkangi bisnis perberasan negeri ini.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan mafia beras itu benar-benar ada dan polisi akan menindaknya. Ia memastikan langkah polisi menelisik dugaan pidana di PT Indo Beras Unggul (PT IBU) di Bekasi, Jawa Barat, bukanlah langkah gagah-gagahan.

"Tujuannya, yang paling utama, kami ingin menyampaikan kepada publik bahwa kami sangat serius menangani permasalahan beras. Mafia-mafia beras itu ada, kami ingin agar para mafia beras, kami sudah ingatkan dalam konpres yang lalu, kami akan memprioritaskan penindakan  mafia beras.

"Jangan dianggap remeh, jangan dianggap enteng, ini bukan untuk gagah-gagahannya polisi, atau gagah-gagahan yang lain," tandas Tito di Mabes Polri, Selasa malam (25/7/2017), lima hari paska penggerebekan.

Pertanyaan publik saat ini. Apakah keberadaan  Satgas Pangan adalah sebuah peluang  atau bumerang ?

Dikatakan peluang, karena keberanian dan ketegasan Satgas Pangan bertindak langsung terhadap PT IBU, tentunya karena didasari dengan data yang kuat dengan akurasi tidak diragukan, banyak mengundang decak kagum. Impian pemerintah untuk memperkuat posisi tawar kaum petani dapat terwujud. Terobosan Satgas Pangan banyak diapresiasi sebagai momentum bagi pemerintah, untuk menyusun ulang regulasi perberasan yang dapat membuat petani bisa tersenyum.

Kalau disebut bumerang masuk akal juga. Karena ternyata PT IBU bukanlah perusahaan orang biasa. Publik secara luas mengetahui, mata rantai pengelola perusahaan itu juga memliki kemampuan untuk berselancar di jalur cepat alias punya tiket bisa menembus pintu Istana.

Terbukti, pada awal awal minggu paska penggerebekan, serangan balik yang ditujukan kepada tiga pemimpin muda Indonesia, yaitu Tito, Amran dan Syarkawi sangat kencang.
Terus terang, masyarakat di akar rumput terbelah. Antara mendukung dan mengutuk Satgas Pangan. Hal itu membuktikan betapa ampuh dan dahsyatnya perang syber atau proxy war yang dilancarkan kelompok tertentu yang menunggangi kasus penggerebekan tersebut.

Apakah Satgas Pangan itu peluang atau bumerang , jawabannya ditunggu dari langkah politik yang diambil oleh Jokowi sebagai presiden.

Sebab bagaimanapun juga, kehadiran Satgas Pangan tidak bisa dibantah adalah sebuah instrumen politik. Kemelut dan kisruh dunia perberasan di Indonesia, terus terang memang, hanya dapat diatasi dengan sebuah serang kilat poltik (blietz kreg). [****]

Penulis adalah wartawan senior dan Dewan Pakar Partai Golkar

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA