"Pemerintah seolah tak jemu dengan politik pencitraan. Jika pemerintah benar-benar ingin menerapkan Pancasila dalam kehidupan bernegara harusnya lebih jeli dalam menetapkan seseorang yang pantas menerima penghargaan, Pancasila tidak mengajarkan plagiat," tegas Ketua Umum JIMI Don Zakiyamani (Senin, 6/6).
Menurutnya, Afi menjadi korban kecerobohan pihak Istana. AFI tak perlu menjadi korban politasasi apabila pihak Istana cermat dan cerdas dalam memilih seseorang dengan data yang akurat.
"Kasus ini mirip dengan kasus pidato Jokowi terkait peringkat ekonomi Indonesia. JIMI mendesak Istana mengklarifikasi kebenaran dugaan plagiat yang dilakukan AFI," tekannya.
Dia menegaskan Jokowi seharusnya fokus pada regulasi yang tidak sejalan dengan Pancasila. Misalnya PP No. 103 tentang Hunian Asing, yang memberi peluang asing menguasai tanah dan air Indonesia meter per meter.
"Regulasi ini menurut JIMI sangat bertentangan dengan semangat Pancasila dan UUD 45 asli," jelasnya.
JIMI juga mengingatkan agar Jokowi tidak menyibukan diri dengan pencitraan menuju 2019 dan menggunakan anak-anak sebagai bahan kampanye Pancasila.
"Jika Jokowi Pancasilais tentu saja tak ada Petani Kendeng yang menuntut haknya bahkan salah satu peserta aksi meninggal dunia. Bila Pancasilais tentu saja Jokowi akan menolak reklamasi yang menguntungkan pemodal semata," ungkapnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: