Negara Harus Gotong Royong Bongkar Dosa-dosa Freeport

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 22 Februari 2017, 15:21 WIB
Negara Harus Gotong Royong Bongkar Dosa-dosa Freeport
Tambang Freeport/net
rmol news logo Kebijakan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap Freeport Indonesia sebaiknya diiringi langkah-langkah bersama untuk membuka dosa-dosa raksasa tambang itu di Tanah Air.

"Gotong royong harus dilakukan saat ini dalam hal Freeport, agar terbuka masalah apa saja yang Freeport lalai penuhi selama beroperasi," ajak aktivis Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN), Arkilaus Baho, lewat pesan elektronik, Rabu (22/2) .

Arkilaus mengatakan, sementara Menteri Keuangan dan instansi perpajakan sejalan dengan Kementerian ESDM, namun kementerian dan lembaga lain seperti tidak punya keberanian. Sebut saja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Ketenagakerjaan, bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Komnas HAM belum menunjukkan penilaian mereka terkait kasus HAM yang terjadi setelah kehadiran Freeport. Begitu juga Kementerian Lingkungan Hidup, belum terlihat tinjauan mereka soal dampak ekologi," jelas putra daerah Papua itu.

Menurut dia, status tanah seluas lebih dari 2 juta hektar di mana Freeport beroperasi harus diperjelas lebih dulu. Bagaimana statusnya di mata negara ketika skema Kontrak Karya tidak lagi dipertahankan saat ini.

"Pengendali regulator lingkungan hidup harus umumkan blue print Freeport. Soalnya, persoalan ekologi Freeport jarang tersentuh. Sering informasi yang publik dapat, pemerintah hanya tunggu hasil kajian Freeport untuk kemudian diteken saja. Kehadiran negara jarang hadir dalam urusan lingkungan hidup," ungkapnya.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang pun harus memastikan batas-batas wilayah Freeport. Perlu dicek, apakah luas areal Freeport sudah bertambah atau tidak. Hal lain yang harus dicek, bagaimana status tanah bagi pemilik hak ulayat, apakah sudah ada ganti rugi atau belum.

"Pernahkah negara punya dokumen perjanjian tanah di Freeport? Setau saya, James R. Moffett (eks Presdir Freeport) lebih tahu siapa sebenarnya pemegang hak kesulungan yang melakukan perjanjian tanah dengan Freeport. Freeport punya dokumen perjanjian dengan pemilik hak ulayat yang sewaktu-waktu bisa mereka buka bila ada sengketa gugatan," jelasnya.

Ia juga menjelaskan, rekomendasi Komnas HAM di seputar isu Freeport jarang terdengar. Padahal di lokasi operasional Freeport itu kerap terjadi kasus pelanggaran HAM. Kerjasama keamanan Polda Papua dengan Freeport pun dianggap hal biasa. Kebanyakan lembaga penegak HAM mengkualifikasikan kasus pada konteks pidana (kriminal) ketimbang memandang kehadiran Freeport sebagai biang kerok masalah di tanah Papua. Bahkan, Freeport mengklaim mereka bisa membuka diri untuk pelatihan HAM.

"Regulasi HAM juga masih lemah soal pelaku korporasi. Lebih banyak ribut soal pelaku individu sebagai pelanggar. Bila ada kasus pengabaikan hak-hak pekerja, paling CEO atau direkturnya yang dituding, bukan seluruh korporasi tersebut dibubarkan karena tidak menghormati aspek hak dalam menjalankan bisnisnya," sesal Arkilaus.

Masalah lain yang harus dicermati soal ketenagakerjaan. Tuntutan pekerja Freeport untuk kenaikan gaji sudah sampai pada MoU antara pekerja dengan perusahaan, tetapi tidak kunjung terealisasi. Malah, saat ini terdengar ancaman PHK terhadap ribuan pekerja Freeport.

"Yang jelas gotong royong harus dilakukan untuk membuka semua masalah Freeport selama beroperasi. Monster tersebut harus disalibkan dan dibawa ke ranah hukum atas pengabaian yang dilakukannya," tutup Arkilaus. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA