Komnas: Ada 421 Perda Yang Rugikan Perempuan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 17 Oktober 2016, 15:47 WIB
rmol news logo Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta pemerintah daerah mengkaji kembali regulasi bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Permintaan tersebut tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Komnas Perempuan dengan agenda pembahasan Implementasi UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (17/10).

Pimpinan Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, menjelaskan, sebagian dari peraturan daerah (Perda) yang dihasilkan oleh pemerintah daerah cenderung merugikan kaum perempuan. Ironisnya, regulasi yang diskriminatif itu malah terus bertambah.

"Menurut data yang didapat Komnas Perempuan, hingga bulan Agustus terdapat 421 kebijakan daerah di seluruh Provinsi Indonesia yang diskriminatif terhadap perempuan,” ujarnya.

Menurutnya, pembuatan kebijkan pemerintah daerah tidak melibatkan kaum perempuan sehingga  dapat meminimalisir substansi kebijakan-kebijakan yang mengandung unsur-unsur diskriminatif. Ia menilai semangat reformasi seharusnya menghilangkan unsur diskriminatif.

"Pembuatan regulasi kebijakan minim pelibatan terhadap perempuan, dan rata-rata kasusnya adalah pembatasan ekspresi terhadap perempuan, pembatasan identitas perempuan, dan memposisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki," ujar Yuniyanti.

Menanggapi itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, mengingatkan, UU 23/2014 tentang Pemda pada pasal 250 pada butir e menyebutkan bahwa jika suatu regulasi di daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan terdapat diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan dan gender, maka dapat dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi.

"Artinya, perda yang merugikan dapat dibatalkan oleh peraturan di atasnya," ujarnya, dikutip dari siaran pers Bidang Pemberitaan DPD RI.

Pihaknya berjanji akan memfasilitasi ruang dialog antara pemerintah dengan Komnas  Perempuan untuk menemukan titik temu.

Lain halnya dengan anggota DPD asal Banten, Ahmad Subadri. Ia merasa bahwa banyak perspektif yang berbeda terkait kebijakan di daerah. Hal tersebut harus dikaitkan dengan local wisdom masing-masing daerah.

Senada dengan hal itu, anggota DPD asal Maluku, Nono Sampono, menyatakan bahwa pendekatan yang diperlukan jangan simetris melainkan harus melihat keragaman suku, terkait dengan adat istiadat di daerah.

"Ada tiga konsep srategis yang harus dilihat dalam menyikapi permasalahan ini, pertama adalah konsep kesetaraan, kedua adalah konsep pemberdayaan, dan yang ketiga adalah konsep adanya perlindungan dalam membuat suatu kebijakan," tutup Nono. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA