Demikian disampaikan analis politik dan hak asasi manusia (HAM) Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga kepada redaksi di Jakarta, Jumat (23/9).
Menurutnya, partai sekelas PDI Perjuangan saja yang menguasai mayoritas kursi DPRD DKI tidak punya nyali mengusung kadernya sendiri. PDIP mengusung kadernya Djarot Saiful Hidayat yang hanya didapuk sebagai calon wakil gubernur. Sedangkan Partai Golkar, Partai Hanura Hanura, dan Partai Nasdem Nasdem tidak punya stok kader untuk diadu, dan lebih memilih mengusung petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Sedangkan Basuki Thajaja Purnama menurut kami tidak mempunyai platform politik yang jelas alias kutu loncat. Karena sebelumnya kader Partai Golkar pindah ke Partai Gerindra dan bisa saja kemudian akan bergabung ke PDIP," ujar Andy.
Ketidakadaan kader yang mumpuni juga ditunjukkan oleh koalisi Cikeas yang terdiri dari Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional yang mengusung Agus Yudhoyono sebagai calon gubernur. Agus Yudhoyono yang bukan kader partai dan hanya sekedar anak Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentu saja dengan berat hati mengorbankan karier militernya yang cukup cemerlang demi memenuhi ambisi politik orang tua.
"Ini menunjukkan bahwa parpol tersebut melegalisasi politik dinasti. Sangat aneh juga Agus yang berpangkat letnan kolonel diadu di wilayah di mana pemimpin militer dan kepolisian di DKI berbintang dua," ungkap Andy.
Lanjutnya, hal yang sama juga dilakukan koalisi Partai Gerindra dan PKS yang menempatkan Sandiago Uno hanya sebagai calon wakil gubernur, dipasangkan dengan calon profesional Anis Baswedan.
Andy berpendapat bahwa parpol telah gagal melakukan kaderisasi dan pendidikan politik. Parpol di Tanah Air secara umum dan di Jakarta secara khusus harus melakukan introspeksi, dan konsilidasi secara internal untuk memunculkan ke publik kader-kader handal untuk menjabat sebagai pemimpin baik secara nasional dan regional. Guna memenuhi harapan masyarakat yang telah memilih parpol dikarenakan platform, serta visi misi.
Menurutnya, proses pendidikan politik di mana kaderisasi termasuk didalamnya perlu segera dibuat lewat kurikulum kaderisasi yang peka dan konsen terhadap harapan dan aspirasi rakyat. Apabila proses kaderisasi dan pendidikan politik tidak dilakukan maka pemilih golongan putih (golput) dalam setiap ajang pemilihan kepala daerah dan nasional diprediksi masih cukup tinggi
"Saya memprediksi tingkat golput di DKI akan tinggi dikarenakan calon yang ditawarkan oleh parpol tidak sesuai dengan harapan dan aspirasi masyarakat ibu kota terhadap parpol yang dipilihnya pada pemilu yang lalu," tegas Andy.
[wah]
BERITA TERKAIT: