Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jakarta 1966: Bang Ali, Jakarta 2017: Bang Rojali

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/gede-sandra-5'>GEDE SANDRA</a>
OLEH: GEDE SANDRA
  • Minggu, 18 September 2016, 07:30 WIB
Jakarta 1966: Bang Ali, Jakarta 2017: Bang Rojali
Net
BANG Ali (panggilan rakyat bagi GubernurAli Sadikin) yang mulai memimpin sejak April 1966 dikatakan "menjadi semacam hadiah perpisahan dari Sukarno untuk Jakarta". Bang Ali berlatar belakang Mayor Jenderal Marinir. Sebelum diperintahkan Sukarno jadi Gubernur DKI Jakarta, Bang Ali adalah Menteri Bidang Perhubungan Laut (sekarang semacam Menteri Maritim).

Luar biasa. Pada era Bang Ali, rencana Induk Jakarta untuk tahun 1965-1985 dibuat dengan landasan riset, survey, analisis, dan tabulasi yang teliti untuk mengatasi masalah-masalah kota secara sistematis. Demikian laporan Susan Blackburn dalam bukunya "400 TahunSejarah Jakarta".

Seperti Sukarno, Bang Ali juga menyukai pertunjukan budaya. Pada masa Bang Ali, di Taman Ismail Marzuki (TIM) dipentaskan sandiwara-sandiwara Betawi lama dan sendratari Jawa Klasik, musik Jazz hingga karya-karya WS Rendra. Berbagai inisiatif pembangunan Sukarno dilanjutkan oleh Bang Ali, seperti Masjid Istiqlal dan Gedung Parlemen Senayan.

Pembawaan Bang Ali yang ramah kepada rakyat banyak, semakin menaikkan popularitasnya. Bang Ali pun menjadi momok bagi penguasa OrdeBaru. Suharto merasa terancam terhadap spekulasi naiknya Bang Ali menjadi Presiden. Karir politik "sang hadiah perpisahan Sukarno" pun diakhiri Orde Baru pada pertengahan tahun 1977.

Seolah meneruskan perjuangan. Padatahun yang sama dengan lengsernya Bang Ali, 1977, sekelompok mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dari berbagai kampus Dewan Mahasiswa Seluruh Indonesia meluncurkan Gerakan Anti Kebodohan. Secara umum ini adalah gerakan moral menuntut Pemerintah Orde Baru lebih peduli padapendidikan 8 juta anak-anak yang terlantar.

Situasi kejiwaan masa-masa ini digambarkan dengan baik dalam puisi "Saja Sebatang Lisong" karya WS Rendra. Sutradara Sumanjaya pun tak ketinggalan menyumbang karya film "Yang Muda Yang Bercinta" yang juga berlatar belakang Gerakan Anti Kebodohan. Tidak sia-sia perjuangan mahasiswa. Orde Baru menyanggupi tuntutan para mahasiswa dengan mencanangkan Program Wajib Belajar bagi anak-anak Indonesia.

Setahun berikutnya, pada Januari 1978 diluncurkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa di InstitutTeknologi Bandung (ITB). Temanya mengkritisi model pembangunandan KKN Keluarga Besar Penguasa Orde Baru. Secara terbuka, kampus ITB dan kampus-kampus lainnya di Bandung bergerak menolak pencalonan kembali Suharto sebagai Calon Presiden. Suharto bereaksi keras. Tentara masuk kampus dan para pimpinan mahasiswa ditangkap dan dipenjara, salah satunya pemuda Rizal Ramli sebagai co-writer Buku Putih.

Mendukung perjuangan mahasiswa, WS Rendra kembali berkarya. Akhir April 1978 ia membacakan 15 puisi yang disebut "pamflet" di teater terbuka TIM di hadapan 2500 penonton. Membakar semangat perlawanan terhadap Orde Baru.Tiga hari kemudian ia ditangkap oleh tentara. Kampus dilarang berpolitik, perlawanan mengalir keluar ke desa-desa dan perkampungan buruh. Gerakan rakyat mulai berkonsolidasi akhir 1980-an, meluas di sepanjang tahun 1990-an, kembali masuk ke kampus menyeret mahasiswa ke jalanan. Akhirnya giliran Suharto menyatakan berhenti sebagai Presiden tahun 1998. Orde Baru bubar jalan.

Memang, institusi Orde Baru boleh bubar 18 tahun lalu. Tapi semangatnya terus bertahan. Semangat Orde Baruk ini Mengambil bentuk dalam faham neo-Orba yang sedang tren di Jakarta. Marak bertebaran sticker, tulisan di pantat truck, dan spanduk di jalanan bertuliskan ucapan "Piye le, isih enak zamanku tho?" (terjemahan: Gimana nak, masih enak zamanku kan?), yang disertai gambar wajah Suharto yang tersenyum.  Bila hanya merupakan simbol yang tidak bernyawa sih tidak terlalu masalah.Yang jauh lebih berbahaya adalah saat faham neo-Orba merasuki nalar pejabat kita. Pejabat seenaknya saja mengata-ngatai rakyat sebagai "komunis". Hal ini membuat kita mengenang era Orde Baru di saat jaya-jayanya. Pendemo mau disemprot menggunakan bensin yang diisikan ke water canon. Kurang Orde Baru apalagi.

Menggusur perkampungan menggunakan tentara. Semakin mengingatkan pada OrdeBaru. Menggunakan model pendanaan non-budgeter, dana yang masuk dan keluar tidak diketahui oleh wakil rakyat di DPRD. Tak ubahnya seperti masa Orde Baru. Proyek peninggalan Orde Baru seperti Reklamasi Teluk Jakarta, yang sama sekali tidak bersemangat Maritim, pun dibela setengah mati oleh si pejabat.

Akankah sejarah berulang di Jakarta? Dulu tahun 1966 Jakarta dihadiahi Bang Ali oleh Sukarno. Akankah di tahun 2017 Jakarta kembali dihadiahi tokoh pemimpin penerus Bang Ali? Yang seperti Bang Ali, berkarakter keras tapi penyayang rakyat. Yang seperti Bang Ali, sama-sama pernah menjadi Menteri Bidang Maritim dan dianggap keturunan ideologis Sukarno. Dialah Bang Roj-ali alias Rizal Ramli. [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA