Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

China dan Persekongkolan Politik

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/abdullah-rasyid-5'>ABDULLAH RASYID</a>
OLEH: ABDULLAH RASYID
  • Senin, 18 Juli 2016, 11:38 WIB
PERSOALAN maju pesatnya etnis China bukan semata karena soal kehebatan budaya atau kemampuan pribadi Mereka. Itu menyederhanakan persoalan. Kebijakan di era Orba dan Akhir Orba khususnya BLBI misalnya, itu luar biasa menaikkan grafik ekonomi etnis China.
 
Kita renungkan ucapan penulis Barat di bawah ini: "Kemerosotan peranan perusahaan2 pribumi dianggap banyak kalangan akibat korban persekongkolan antara modal nonpribumi dengan asing yang mendapat perlindungan politik dari pejabat tinggi pemerintahan.

Kecaman terhadap strategi pembangunan menjurus kepada tuduhan bahwa strategi pembangunan ini mengkhianati kepentingan bangsa( Richard Robison/1985)". Selanjutnya Henry Veltemeyer: "Proses akumulasi kekayaan disatu sisi, penghisapan serta pemiskinan disisi lain, bukan terjadi secara alamiah tetapi berdasarkan suatu desain kebijakan politik - ekonomi yg kini kita kenal sebagai Neoliberalisme dan Globalisasi Kapitalis" (akibat para ekonom yg disebut Mafia Barkley)

Kemajuan etnis China ini salah satu karena keberanian mereka bersepekulasi (baca: manipulasi) dalam melakukan pinjaman dengan alasan modal usaha di Bank dan kemudian melarikan dana juga dirinya keluar negeri. Kita belum lupa terhadap nama nama dibawah ini, antara lain:

1. Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan. Awal 1990an membobol Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) sebesar Rp 1,5 triliun ketika nilai tukar rupiah thd dolar Amerika sekitar Rp 1.50 per dolar. Kini, ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 700 persen, berarti duit yg digondol Eddy Tansil setara dgn Rp 9 triliun, lebih besar dari nilai skandal Bank Century yang Rp 6,7 triliun.

2.Di penghujung tumbangnya Orde Baru, sejumlah pengusaha dan bankir China panen BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Banyak di antara mereka yang kemudian melarikan diri ke luar negeri dengan meninggalkan aset rongsokan sebagai jaminan dana talangan.

Menurut catatan Kompas 2 Januari 2003, jumlah utang dan dana BLBI yg diterima Sudono Salim (Salim Grup) alias Liem Sioe Liong sekitar 79 triliun rupiah, Sjamsul Nursalim alias Liem Tek Siong Rp 65,4 triliun, Bob Hasan alias The Kian Seng Rp 17,5 triliun, Usman Admadjaja Rp 35,6 triliun, Samadikun (Modern Group) Rp 4,8 triliun dan Ongko Rp 20,2 triliun. Dan masih banyak lagi.

3. Andrian Kiki Ariawan, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Andrian kabur ke Singapura dan Australia. Pengadilan kemudian memutuskan melakukan vonis in absentia.

4. Eko Adi Putranto, anak Hendra Rahardja ini terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara.

5. Sherny Konjong Jang, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama Eko Adi Putranto dan diduga merugikan negara sebesar Rp 2.659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, in absentia.

6. David Nusa Wijaya, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia. Ia diduga merugikan negara sebesar Rp 1,29 triliun. Sedang dalam proses kasasi. David melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor di Amerika.

7.Samadikun Hartono, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Modern. Dalam kasus ini ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura.

Total jendral, duit rakyat yg dikemplang tujuh konglomerat hitam Aseng (meminjam istilah Kwik Kian Gie) dalam kasus ini sekitar Rp 225 triliun.

Jadi sekali lagi kita harus tau dan sadari, kemajuan serta penguasaan ekonomi Etnis China di Indonesia ini bukan natural, tetapi karena persekongkolan yang mereka lakukan dengan penguasa Orde Baru. Dimasa reformasi ini kelihatan mereka akan kembali memperaktekkan cara cara yang sama. Mari kita awasi dan ingatkan pemerintah, karena yang akan menanggung akibatnya bukan cuma kita sendiri, tapi juga generasi anak cucu kita.

Catatan:
Artinya ada sistem dan kebijakan yang mendongkrak secara luar biasa sehingga etnis Cina menjadi dahsyat seperti sekarang. Jangan Kita kira semata karena kehebatan individual merek, seperti etos dan budaya unggul (sekali lagi; karna persekongkolan yang di design oleh sekelompok ekonom yang menguasai Orba, yi Mafia Berkley). Karena jika begitu cara pandangnya kita akan menghina bangsa sendiri dengan kata pemalas, bodoh dan bermental maling dll. Padahal kebijakan yang diskriminatif itu telah berlaangsung sejak zaman penjajahan Belanda dimana kaum pribumi cuma warga klas 3 di negeri ini. Tujuan Kemerdekaan itu menyitir ucapan Bung Hatta adalah untuk meningkatkan martabat kaum pribumi. Pikiran Bung Hatta malah sukses diterjemahkan oleh Dr Mahatir Muhammad di Malaysia.

Bung Hatta: "Tujuan utama revolusi nasional adalah mengangkat posisi ekonomi pribumi sehingga terbebas dari tekanan dan penghisapan" (hal 156, dalam buku Mengenang 100 Tahun Bung Hatta)

Prof Dr. Sumitro Djojohadikusumo ; " adalah merupakan penyimpangan dari cita cita kemerdekaan jikalau kekuatan ekonomi pribumi tidak diprioritaskan utk dikembangkan" (IDEM, hal 129).[***]

 
*Penulis adalah Direktur Sabang Merauke Institute dan Seknas Boemi Poetera


 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA