Yang dikritisi adalah masalah"keberpihakannya", apakah kepada rakyat dan bangsa atau sebaliknya. Bila pihak tersebut tidak berpihak pada rakyat dan bangsa, pasti Rizal Ramli akan bersuara kritis.
Jadi bukan soal profesinya, Rizal Ramli bukanlah menyerang profesi tertentu. Karena itu pernyataan Rizal harus dilihat secara utuh dan konteks. Konteksnya adalah tentang keputusan pengelolaan Blok Masela, yang sekarang berada di tangan para pejabat teknis migas namun berlatar belakang bukan dari insinyur teknis terkait.
Yang Rizal Ramli sesalkan adalah mengapa keputusan yang menyangkut SDA besar seperti Masela, Menteri ESDM dan Kepala SKK Migas cenderung menggunakan paradigma lama yang memunggungi Pasal 33 UUD 1945: jual murah gasnya, uangnya masuk ke anggaran, tapi industri petrokimia di kawasan IBT (Indonesia Bagian Timur) tidak terbangun, rakyat Maluku tetap miskin dan tertinggal.
Dan sekali lagi kita terjebak dalam lingkaran setan SDA sebagai kutukan. Karena, bila bicara tentang keberpihakan kepada bangsa dan rakyat, ternyata malah ada kalangan profesi yang dipandang telah seenaknya menggadaikan kesejahteraan rakyat dan bangsanya kepada kalangan oligarkis dan asing. Seperti dinyatakan dalam berita ini:
http://www.beritasatu.com/ekonomi/227701-peneliti-akuntan-telah-kuasai-sektor-migas.html*
Penulis adalah sarjana teknik kimia ITB, dan Master Ekonomi UI. Saat ini adalah pengajar di Fakultas Teknik UBK.
BERITA TERKAIT: