"Saya akan melakukan tujuh program revolusi energi Indonesia agar bangsa ini terhindar dari krisis energi dan berdaulat di bidang energi," kata Iwan kepada wartawan di Jakarta (Selasa, 14/10).
Iwan menyarankan di awal pemerintahan Jokowi-JK tidak usah menaikkan harga BBM bersubsidi karena itu tidak akan menyembuhkan penyakit dan malah lebih banyak dampaknya terhadap rakyat kecil.
Menurut dia, solusi yang perlu diambil adalah melaksanakan dua program yang dikerjakan secara paralel yaitu program pengurangan konsumsi BBM dengan cara diversifikasi bahan bakar (baik BBG atau Listrik) sehingga konsumsi BBM akan turun serta program peningkatan pasokan BBM agar jurang antara kebutuhan dan pasokan BBM dalam negeri semakin tipis.
Terkait program peningkatan pasokan BBM, selain membangun kilang pengolahan minyak yang baru, Iwan menyarankan untuk mengembangkan kilang Gas to Liquid (GTL) agar pemanfaatan sumber- sumber gas alam dapat maksimal. Hal ini perlu dilakukan mengingat cadangan gas alam kita saat ini masih cukup besar yaitu 98 TCF. Pemanfaatan teknologi GTL saat ini sudah semakin mature dari yang sebelumnya menggunakan Proses Fischer-Tropsch (di Qatar dan Bintulu Malaysia), sekarang sudah berkembang dengan menggunakan teknologi Homogenous Gas Oxidation Reactor (HGOR) tanpa katalis yang lebih murah investasinya, yield lebih tinggi, dan dapat dirancang dalam skala kecil maupun besar seperti banyak digunakan di Rusia.
Produk yang dihasilkan, kata Iwan, adalah bensin dengan angka oktan 95 serta solar dan dapat dijual dengan harga yang hampir sama dengan harga BBM bersubsidi saat ini yaitu sekitar Rp 6500/liter untuk besnin dan Rp. 5500/liter untuk solar.
Iwan mengatakan bahwa pengembangan GTL dapat mengurangi atau bahkan meniadakan impor BBM yang sangat membebani keuangan Negara.
"Adanya program ini secara otomatis akan membasmi mafia migas sampai ke akar-akarnya, karena sudah tidak ada impor BBM, sehingga kita perlu ucapkan "Innalillahi" dan selamat tinggal kepada mereka," tutupnya.
[dem]