Mengemuka Lagi, Desakan Cabut TAP MPRS 33/1967

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 13 Oktober 2014, 14:25 WIB
Mengemuka Lagi, Desakan Cabut TAP MPRS 33/1967
soekarno/net
rmol news logo Proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 adalah tonggak sejarah yang fundamental dan final. Bangsa Indonesia juga memiliki pemimpin-pemimpin yang kaliber yaitu Soekarno sebagai presiden pertama yang memerdekakan Indonesia dan juga memiliki banyak sekali konsep untuk menyejahterakan rakyatnya. Serta, diikuti Suharto sebagai presiden RI kedua yang melanjutkan cita-cita Soekarno dalam melakukan pembangunan untuk NKRI pada masa itu.

Demikian dikemukakan IR. H. GPS Jaya Laksana PS, pelaku sejarah kemerdekaan RI dalam acara renungan suci mengingat para pejuang dan pemimpin terdahulu, di Tugu Kebulatan Proklamasi Rengasdengklok, Karawang, belum lama ini.

Di tempat yang sama, pengamat politik Syamsuddin Anggir Monde yang juga ketua umum dari Gerakan Cinta Tanah Air Persatuan Nasionalis Indonesia (GETAR PNI), mengatakan, selama ini tidak ada elit politik yang menghargai jasa para pejuang ataupun para pemimpin terdahulunya. Sebagai contoh kecil, kata dia, pencabutan TAP MPRS 33/1967 dan juga TAP MPR No. 11/1998 yang hingga kini belum ada yang berani memperjuangkannya. Dalam Tap MPRS 33/1967 disebutkan bahwa Presiden Soekarno menjadi pengkhianat bangsa dengan mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara, TAP MPR No. 11/1998 dijelaskan bahwa Presiden Soeharto terlibat Korupsi, Kolusi dan Neptisme (KKN). Menurutnya, isi dari Tap MPRS No. 33/1967 tersebut diplesetkan dari yang sebenarnya. Soekarno mendukung Indonesia yang komunitis disalahartikan menjadi mendukung paham komunis.

"Tugu Kebulatan Proklamasi ini berdiri identik karena Soekarno dan para pejuang pada saat itu, bila Soekarno dianggap sebagai pengkhianat seperti isi TAP MPRS No. 33/1967, ini kacau, gila namanya. Karena Soekarno-lah yang memerdekakan Indonesia, masa dia dianggap mendukung PKI sih," kritiknya.

"Tanpa Soekarno dan pejuang lainnya kita tidak akan bisa hidup seperti sekarang ini, oleh sebab itu TAP tersebut harus segera dicabut," desaknya.

Mengenai TAP MPR No. 11/1998, Syamsuddin menekankan, sampai detik ini Soeharto tidak terbukti sama sekali telah melakukan perbuatan yang dimaksud.  Ia pun mengingatkan peran penting Soeharto dalam pembangunan Indonesia dengan konsepnya Repelita.

"Dibandingkan presiden RI pertama dan yang kedua, hingga dengan presiden ada saat ini saya rasa tidak ada lagi presiden yang hebat seperti mereka, yang menjadi presiden setelah mereka tidak mempunyai konsep yang jelas," ujar Syamsuddin.

Menurut dia, penetapan keputusan dari MPRS tersebut dilatarbelakangi oleh asas kepentingan dan dendam politik dari Jenderal A.H Nasution kepada Soekarno. Ia pun menuding tokoh-tokoh senior politik Indonesia yang ada saat ini seperti Megawati Soekarnoputri  yang pernah menjadi presiden, SBY yang selama dua periode memimpin Indonesia dan Amin Rais yang juga pernah menjabat sebagai ketua MPR RI tak punya keberanian mengambil sikap untuk mencabut ketetapan MPRS tahun 1967 tersebut.

Meski ada beberapa pendapat dari para ahli hukum yang menjelaskan TAP MPRS No. 33/1967 tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan adanya TAP MPR No. 1/2003, yaitu tentang peninjauan kembali. Tapi, ia berkeyakinan secara etika dan moril selama TAP MRPS No 33/1967 belum dicabut, secara tidak langsung hal itu mempunyai artikulasi sendiri. Di antaranya, memberikan dampak yang tidak baik dalam catatan sejarah negara RI.
 
"Megawati yang anaknya Soekarno sendiri saja tidak berani mencabut (TAP MPRS 33/1967) saat menjadi presiden pada waktu itu, dan almarhum suaminya dulu juga pernah menjabat sebagai ketua MPR tetap saja tidak dicabut. Padahal saya yakin tanpa embel- embel nama besar Soekarno, mereka tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini, dan juga tidak punya arti apa-apa," ungkapnya.

"Inilah potret kebobrokan politik dan hukum di Indonesia," imbuhnya mengkritisi.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA