"Kalau SBY menolak RUU Pilkada, kenapa baru sekarang? Bukankah dia sendiri yang menandatangani ampres atas RUU Pilkada tiga tahun lalu? Kenapa juga SBY menolak RUU Pilkada saat Partai Demokrat membela pemerintah yang mengusulkan Pilkada melalui DPRD dengan mati-matian, malah meradang dan mengumbar perasaan?" ujar Anggota Komisi III DPRÂ Bambang Soesatyo dalam keterangannya sesaat lalu (Minggu, 28/9).
Â
Menurut dia, SBY harus memperjelas dan mempertegas sikapnya atas RUU Pilkada yang telah disahkan oleh Rapat Paripurna DPR beberapa hari lalu. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, SBY sebaiknya berhenti bermain kata-kata, karena perilaku yang demikian hanya melahirkan ketidakpastian.
Bamsoet mencontohkan permainan kata-kata yang dilakukan SBY. Ketika berada di Amerika Serikat, SBY mengatakan, "Saya serius; berat untuk menandatangani UU ini, karena dari awal opsi saya pilkada langsung dengan perbaikan." Bukankah, kata Bamsoet, semua paham bahwa tidak ada pengaruhnya seorang presiden tanda tangan atau tidak.
"Dalam UU jelas, jika presiden tidak tanda tangan, otomatis dalam waktu satu bulan UU tersebut berlaku," katanya mengingatkan.
Drama dari pernyataan lucu SBY lainnya, kata Bamsoet, bukankah saat paripurna pengesahan RUU Pilkada, anggota Fraksi Demokrat diawasi oleh Sekjen Demorkat Edhie Baskoro Yudhoyono yang notabene putranya, dan Ketua Harian Syarif Hasan. Di ruang sidang juga hadir Mendagri Gamawan Fauzi atas nama pemerintah dan mewakili presiden. Bahkan, selesai voting dan ketuk palu, Mendagri atas nama Presiden dan pemerintah menyampaikan terima kasih karena usulan pemerintah tentang perubahan RUU Pilkada dari sistem langsung ke DPRD akhirnya disepakati dan disetujui oleh DPR.
"Jadi, bagaimana bisa dia tiba-tiba dia kaget dan mau menggugat?" heran Bamsoet lagi.
Â
BERITA TERKAIT: