Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Girindra Sandino, mengatakan, tahapan yang berjalan saat ini antara lain adalah proses pencetakan atau produksi surat suara, tinta sidik jari dan alat bantu untuk bagi pemilih tuna netra, di beberapa perusahaan di berbagai daerah.
Diduga, jumlah surat suara yang diproduksi atau dicetak tidak tepat jumlah sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sampai saat ini masih bermasalah.
Faktanya, DPT masih dalam proses perbaikan di beberapa daerah. Ada praktik pungli dalam proses perbaikan DPT yang terjadi di beberapa wilayah, yakni petugas KPU dimintai uang untuk mendapatkan data dari pejabat daerah terkait (petugas pencatatan sipil).
"Itulah hal yang menunjukkan begitu rawan praktik transaksional dalam penyempurnaan DPT. Potensi kecurangan diduga kuat masih ada di tahap produksi dan distribusi. Antisipasi semua pihak, khususnya penyelenggara pemilu dan aparat kemanan, perlu ditingkatkan," katanya.
Begitu pula produksi logistik lainnya, misalnya, dalam pengadaan tinta sidik jari. Sesuai PKPU 16/2013, tinta harus berwarna ungu dan/atau biru tua, tidak menimbulkan efek iritasi dan alergi pada kulit, tinta harus memiliki daya tahan/lekat selama 24 (dua puluh empat) jam, memiliki daya tahan terhadap proses pencucian dengan keras baik menggunakan sabun, detergen, alkohol maupun pembersih lainnya dan harus halal.
Ia menyoroti KPU dan Bawaslu yang menurunkan tim ke perusahaan di berbagai daerah tersebut untuk mengecek kelayakan logistik. Justru menurutnya, pada titik inilah paling rawan potensi gratifikasi kepada unit-unit tim KPU dan Bawaslu di lapangan oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi logistik pemilu 2014, agar semua terlihat ‘baik-baik saja’.
"Tidak ada salahnya Komisi Pemberantasan Korupsi menurunkan unitnya untuk meninjau atau mengkajinya sebagai fungsi pencegahan korupsi," sarannya.
[ald]
BERITA TERKAIT: