Aktivis Kecam Kampus yang Rela Hak Politiknya Dikekang Menteri Nuh

M. Nuh Seperti Pejabat Anti Demokrasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 03 Januari 2014, 11:26 WIB
Aktivis Kecam Kampus yang Rela Hak Politiknya Dikekang Menteri Nuh
muhammad nuh/net
rmol news logo Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh terus dipergunjingkan kalangan aktivis dan mahasiswa. Selain kinerjanya yang dibilang jeblok terutama dalam penyelenggaraan ujian nasional, juga sikapnya yang dinilai menjauhkan dunia kampus dari pemikiran dan kebebasan politik.

M. Nuh dikabarkan melarang beberapa kampus untuk dijadikan lokasi debat kandidat para bakal calon presiden (capres) Konvensi Rakyat. Di antara kampus yang dimaksud adalah Universitas Airlangga, Surabaya.

Menurut rencana, tujuh capres hasil Konvensi Rakyat akan mengawali debat publik di Faultas Ekonomi Unair Surabaya pada Minggu 5 Januari mendatang. Tujuh capres hasil Konvensi Rakyat itu adalah Rizal Ramli, Yusril Ihza Mahendra, Sofyan Siregar, Isran Noor, Ricky Sutanto, Anni Iwasaki, dan Toni Ardy. Ketujuh orang ini dianggap memenuhi kriteria setelah diseleksi dari 25 orang yang mendaftar Namun, ada kabar yang mengindikasikan Unair diintervensi Kemendikbud sehingga acara itu dilarang Rektor Unair.

Menanggapi itu, aktivis muda, Didik Triana Hadi, dalam pernyataannya kepada Rakyat Merdeka Online, menyebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, layaknya pejabat anti demokrasi.

Dia pun ingat, M Nuh pernah berpendapat bahwa Forum Rektor Indonesia (FRI) tidak pantas menggelar Konvensi Calon Presiden 2014. Menurut Nuh, perguruan tinggi tak dalam kapasitas mengajukan capres dan mekanisme konvensi capres itu akan membuat FRI terjebak politik praktis.

Sikap M Nuh sejauh ini mengingatkan kembali nuansa normalisasi kehidupan kampus yang membungkam kehidupan politik kaum akademik di zaman Orde Baru.

"Si Nuh itu lupa kalau dia juga bisa jadi begini sekarang karena dibesarkan dunia kampus. Dan dunia kampus inilah basis pendidikan politik ternetral dan paling obyektif yang bisa dipercaya rakyat," tegas aktivis muda yang biasa disapa Nana ini, Jumat (3/1).

Mantan eksponen gerakan mahasiswa Universitas Moestopo ini juga menyesali kalau kampus mau diintervensi oleh pemerintah. Jika benar konvensi rakyat batal digelar di kampus Unair karena larangan menteri, maka itu bentuk kolaborasi pemerintah dan kampus untuk menipu rakyat sekaligus mengekang hak demokrasi warga negara.

"Kok kampus sudah rela diintervensi pemerintah untuk menipu rakyat? Ke mana lagi rakyat kita mau menaruh kepercayaan? Karena sejauh ini suara dari kampus yang masih relatif dipercaya rakyat," ujar mantan eksponen Front Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi ini.
 
Dia pun menilai Konvensi Rakyat yang digagas Salahuddin Wahid dan Pendeta Nathan Setiabudi Cs itu sebagai kritik membangun kepada parpol yang tidak punya keberanian menyeleksi calon pemimpin nasional lewat mekanisme yang melibatkan masyarakat akademisi.

"Selama ini kan masyarakat cuma dicekoki pada pilihan terbatas, bebas tapi dibatasi secara politik," ujarnya.  [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA