Menurut pakar politik LIPI, Siti Zuhro, konvensi penjaringan capres adalah pembelajaran demokrasi yang baik bagi parpol dan bagi rakyat. Konvensi mengembalikan fungsi esensial dari partai sebagai pilar demokrasi dan untuk memotong mata rantai oligarki partai.
"Konvensi menyaring kader terbaik yang pada prinsipnya
bottom up atau dari bawah. Maka, kompetisi yang digulingkan demokrasi itu harus dikelola secara memadai. Itulah positifnya," kata profesor tersebut saat berbicara dalam diskusi "Konvensi, Audisi Penuh Teka Teki" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (31/8).
Lalu, apa pandangannya terhadap konvensi ala Partai Demokrat? Menurut dia, konvensi di Indonesia merupakan hal baru dan proses
learning by doing yang tak mudah. Di Demokrat, konvensi yang tadinya dijanjikan terbuka kini sudah terlihat jadi semi-terbuka. Pertanyaan besarnya adalah sejauh mana konsistensi Partai Demokrat
"Atas dasar apa 15 orang (calon peserta) diundang? Itu kan sangat sepihak namanya. Kalau dibilang melibatkan masyarakat, ini sesuatu yang selalu dipertanyakan publik. Tentu jangan sampai ada ketidakkonsistenan karena distorsi," ujarnya.
Dia pun mengkritik cara Demokrat yang mengambil kader dari parpol lain, seperti Jusuf Kalla (Golkar) dan Rustriningsih (PDI Perjuangan). Hal itu disebutnya "tak elok". Idealnya, Demokrat mengundang tokoh-tokoh terbaik yang tidak punya "rumah politik".
"Kalau itu (mengundang tokoh independen) dilakukan maka kita salut. Karena calon independen tak punya pilihan lain selain dipinang parpol," tambahnya.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi isu yang sangat krusial dan harus dijawab Partai Demokrat. Karena sejauh ini, kesannya, 15 orang yang diundang itu adalah pilihan Ketua Majelis Tinggi sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat, SBY.
[ald]
BERITA TERKAIT: