"Penundaan atau penahanan pembayaran ini tidak perlu terjadi, karena semuanya sudah ada dalam kontrak. Masing-masing pihak harus patuh dan tidak boleh membuat keputusan sendiri, karena semuanya sudah ada aturannya sesuai kontrak yang dilindungi hukum," kata pimpinan Fraksi Partai Hanura di DPR RI, Saleh Husein, lewat keterangan pers tertulis, Rabu (12/6).
Namun, lanjut Saleh, bila masalah tidak kunjung teratasi di internal, pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI maupun aparat penegak hukum lainnya, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bisa melakukan penyelidikan bahkan penyidikan.
"DPR dalam fungsi pengawasannya juga harus proaktif bertindak mengawasi persoalan tersebut. Ini perlu kami masukkan dalam agenda rapat khusus," tegasnya lagi.
Secara terpisah, pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di Komisi II DPR RI, Rahadi Zakaria, mengingatkan Kementerian Dalam Negeri untuk tidak tenang-tenang saja atau terkesan menganggap remeh kisruh penghentian produksi e-KTP.
"Terhentinya produksi e-KTP bisa berakibat fatal dan sangat serius bagi banyak hal, terutama pada Pemilu 2014 mendatang. Makanya, pemerintah melalui Kemendagri kami ingatkan harus lebih bersikap tegas dalam mengatasi kekisruhan e-KTP," ujarnya.
Sementara, sumber di lingkungan kalangan percetakan di Jakarta mengungkapkan, beberapa di antara mereka dihubungi 'orang-orang dekat' dari Kemdagri untuk mendapatkan jatah pencetakan e-KTP yang distop produksinya oleh PT Sandipala Putra (SAP). Hanya saja, mereka tak berani menerimanya karena peralatan cetak yang tak secanggih milik PT SAP.
Ada dugaan, beberapa "orang dekat" pejabat Kemdagri itu mendapat order langsung dari Konsorsium PNRI yang secara sepihak belum membayar utang-utangnya kepada PT SAP, sehingga terjadi penyetopan produksi e-KTP.
Sementara warga di seluruh daerah dikabarkan mulai resah, bukan saja karena masih banyak belum dapat e-KTP, tapi karena informasi segera tidak diakuinya KTP lama.
[ald]
BERITA TERKAIT: