Analogi itu dikatakan pengamat politik Hanta Yuda dalam diskusi "Perahu Retak Setgab" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (8/6) untuk menggambarkan suasana politik di dalam koalisi pemerintah pada berbagai isu politik maupun rencana kebijakan pemerintah.
"Perahu retak, perjalanan akan terseok-seok. Tapi saya yakin kapal ini tak akan tenggelam sebelum periode lima tahun selesai. Alurnya hampir sama tapi judulnya beda-beda. Judulnya bisa Century, BBM jilid 1, 2 dan 3 dan seterusnya," ucapnya.
Soal sikap tegas PKS yang menolak mentah-mentah rencana kenaikan harga BBM, menurutnya adalah bagian dari strategi politik dan bisa dibaca dalam tiga hal. Pertama, penolakan ini bagian dari pencitraan mendongkrak elektabilitas, salah satu upaya meraih simpati publik. Kedua, PKS ingin memperkuat posisi tawar di koalisi.
Ketiga, ini bagian dari akumulasi kekecewaan PKS. Dia ingatkan, PKS dari awal paling tak nyaman ketika Golkar bergabung ke koalisi padahal partai Aburizal Bakrie itu tidak berkoalisi sejak kampanye pilpres SBY-Boediono. Dengan kedatangan Golkar di tengah koalisi, PKS yang tadinya sangat kuat di barisan pemerintah menjadi lemah.
"Masalah lainnya, PKS yang tadinya ingin Hidayat Nur Wahid jadi Ketua MPR sangat dikecewakan setelah SBY malah mendukung Taufiq Kiemas," ucapnya.
Kemudian, kekecewaan PKS yang lain ketika SBY memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua harian koalisi, padahal Bakrie dengan Golkar-nya datang belakangan.
"Lalu PKS banyak tak dilibatkan dalam rapat setgab. Ada pula insiden pencopotan Menristek Suharna Suraprananta," tambahnya.
"Sama halnya saya curiga dengan program BLSM sebagai strategi pencitraan. Saya sama juga curiga dengan sikap PKS dengan menolak ini (kenaikan BBM)," terangnya.
[ald]