Demikian disampaikan anggota Komisi IV DPR, Habib Nabiel Almusawa seperti rilis yang diterima redaksi di Jakarta, Rabu (22/5)
"Tindaklanjuti laporan tersebut. Identifikasi dugaan pelanggaran yang terjadi. Umumkan hasil penyelidikannya, baik terbukti melanggar maupun tidak," paparnya menanggapi laporan adanya dugaan pelanggaran terhadap penerapan moratorium hutan dan lahan gambut oleh lebih dari 10 perusahaan di Kalimantan Tengah.
Nabiel mengatakan, payung hukum moratorium adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Masa berlaku Inpres ini berakhir tanggal 20 Mei 2013. Namun sebelum masa berlaku Inpres tersebut berakhir, telah diperpanjang oleh Inpres Nomor 6/2013. Dengan demikian tidak ada jeda waktu antara dua Inpres tersebut.
Jelas politisi PKS itu, dugaan pelanggaran terjadi pada masa moratorium tahap satu. Pada masa tersebut ada temuan perusahaan yang telah memegang hak guna usaha (HGU) tetapi belum ada proses pelepasan kawasan hutan, ada yang mencaplok kawasan konservasi dan lain-lain. Penebangan dan konversi hutan terhadap lahan gambut dan hutan alam ini masih terus terjadi.
"Sekalipun baru temuan, tindak lanjut atas laporan ini sangat penting agar tidak ada kesan pembiaran", tegasnya.
Ia berharap, semoga tidak terbukti ada pelanggaran. Tetapi bila terbukti terjadi pelanggaran maka kepada yang bersangkutan harus ada tindakan hukum.
"Kepada pelanggar Peraturan Daerah (Perda) saja ada sanksinya. Apalagi kepada pelanggar Inpres, mestinya sanksinya lebih berat," demikian Nabiel.
[rsn]
BERITA TERKAIT: