"PDIP ini mulai percaya diri. Hanya saja kelemahannya, PDIP suka terlalu mepet tentukan calon dalam pilkada, terlalu mepet dengan batas tanggal pendaftaran di KPUD," kata pengamat politik, Umar S. Bakry, kepada
Rakyat Merdeka Online, Selasa (7/5).
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) ini, hal tersebut mengakibatkan kandidat yang diusung tak cukup waktu lakukan mobilisasi dukungan dan seringkali yang diusung itu timbulkan perpecahan. Dia contohkan, di Pilkada Sumut, cagub Effendi Simbolon ditetapkan DPP PDIP kurang dari dua hari sebelum penutupan KPU. Begitupula yang dilakukan PDIP dalam penetapan calon gubernur di Jawa Tengah untuk Pilkada mendatang.
Ditambahkan Umar, bertarung di Pilkada tanpa berkoalisi sama sekali atau tidak menggandeng parpol-parpol besar, bukan akar masalah kekalahan PDIP di dua kali Pilgub (Jabar dan Sumut). Malah, Sekjen Asosiasi Lembaga Survei Se- Indonesia ini menegaskan, PDIP telah menunjukkan perkembangan yang baik.
"Sebenarnya apa yang dicapai PDIP itu luar biasa. Tanpa berkoalisi bisa meraih posisi kedua di Pilkada Jabar, itu luar biasa. Secara partai ada perkembangan positif di PDIP," ujarnya.
Dia menambahkan, deretan kekalahan di Pilkada tak punya korelasi dengan pencalonan tokoh dari PDIP di Pilpres 2014. Apalagi, PDIP memiliki kader sendiri yang bisa diandalkan seperti Gubernur DKI saat ini, Joko Widodo. Hambatannya hanya Megawati Soekarnoputri. Putri Bung Karno itu meski sudah ber-elektabilitas rendah, masih gengsi memberikan tiket ke generasi yang lebih muda.
"Ibu Mega itu kalau dulu menjadi
hero sekarang menjadi masalah PDIP. Sebagai satu-satunya partai yang masih ideologis, PDIP mesti usung orang ideologis juga. Tapi, masalahnya cuma Megawati rela atau tidak," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: