"Kemudian memastikan agar petugas dapat mengisi formulir C1 dengan benar. Sebab formulir tersebut berisi data yang sangat penting, memuat jumlah pemilih yang terdaftar di Tempat Pemungutan Suara (TPS), surat suara yang dikirim ke TPS, jumlah surat suara yang baik dan rusak, surat suara yang digunakan, surat suara yang sah dan tidak sah," jelas Husni dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (27/2).
Husni mengatakan peserta pemilu perlu memperhatikan formulir C1 tersebut karena merupakan dokumen yang sangat vital. Formulir itu menjelaskan perolehan suara setiap partai dan calon anggota legislatif. Para saksi partai berhak memperoleh dokumen tersebut sebagai pembanding jika ada perbedaan data saat rekapitulasi pada jenjang di atasnya.
"Tapi selama ini yang sering dipegang sama para calon justru lampiran C1. Padahal C1 yang ditandatangani anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dapat digunakan sebagai pembanding untuk menguji kebenaran hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota," terang Husni.
Ke depan, kata Husni, selain ada dokumen yang dihitung secara berjenjang di setiap tingkatan yakni di Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), ada juga dokumen yang langsung dikirim ke Kabupaten/Kota. Jika sudah ditangan KPU Kabupaten/Kota, datanya tidak mungkin berubah karena mereka adalah penyelenggara yang profesional.
Husni mengatakan, tiga kali pelaksanaan pemilu pascareformasi digelar, dokumen C1 belum dapat dikumpulkan secara nasional. KPU menargetkan pada pemilu 2014, dokumen tersebut dapat dihimpun secara total.
"Setelah selesai penghitungan suara di TPS, pada hari yang sama dokumen tersebut harus cepat diselamatkan. Itu merupakan dokumen yang sangat penting. Itu semacam cip pemilu," ujarnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: