Tidak tanggung-tanggung, Bank Indonesia mencatat devisa negara pada tahun 2008 dari TKI mencapai 6,6 miliar US Dolar. Bahkan pada semester I tahun 2010 mencapai 3,3 miliar US Dolar.
Anggota Komisi IX Poempida Hidayatullah mengatakan, inti persoalan TKI saat ini adalah di bidang perlindungan dan hukum. Untuk itulah revisi RUU Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri (PPILN) perlu digodok.
"Pansus (RUU PPILN) sudah berjalan hari ini," ujar Poempida yang juga anggota Pansus PPILN dalam diskusi RUU PPILN di ruang wartawan gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/2).
Namun, kata politisi Golkar ini, dari 700 an draf RUU PPILN, sebanyak 500-an ditolak pemerintah.
"Kalaupun DIM (daftar inventaris masalah) 500-an berbeda pemerintah, ini kan mindseat-nya beda. Namun ini harus kami luruskan lagi, ini kami telaah lagi. Tugas kami adalah memberikan perlindungan, kalau nggak ada UU ini, maka munculnya komersialisasi tidak akan berhenti, ini membuat TKI kacau," jelasnya.
Kapan targetnya RUU PPILN ini selesai?
"Target kita UU bisa melindungi, berkualitas, bukan targetnya waktu cepat selesai. Besok aja kita cepat bisa selesai, namun akan dibatalkan di MK," jawabnya.
Poempida mengusulkan, ke depan harus ada tiga badan baru untuk TKI. Yaitu, pertama, Badan Penempatan yang agak mirip BNP2TKI. Fungsinya untuk rekrutmen dan pelatihan. Kedua, Badan Perlindungan yang berfungsi melindungi TKI dan ketiga Badan Pendataan.
"Saya yakin, KBRI tidak tahu berapa jumlah TKI di negaranya itu," ujarnya,
Sekedar diketahui, sekitar 450 ribu WNI setiap tahun berangkat ke luar negeri sebagai pekerja. Dan diperkirakan, tidak kurang dari 4 juta WNI yang bekerja itu 70 persennya adalah perempuan. Mayoritas mereka bekerja di sektor domestik. Dari jumlah tersebut diperkirakan 60 persen dikirim melalui prosedur ilegal.
[wid]
BERITA TERKAIT: