"
Lone wolf ini mengambil istilah dari serigala. Serigala itu kalau mau menyerang mangsanya, dia lihat, rombongan dikepung. Tapi ada juga yang
Lone wolf itu, serigala itu sendirian menyerang mangsanya," terang mantan Kadensus 88 Antiteror itu di kantornya, Selasa (4/7).
Modus
Lone Wolf, lanjut Tito, dikenal juga dengan istilah
Leaderless Jihad alias jihad tanpa pemimpin. Seperti yang dilakukan Mulyadi, terduga pelaku teror di Masjid Fatehan, 30 Juni lalu.
Tito memaparkan, biasanya serangan yang dilakukan pelaku
Lone Wolf tidak terlalu besar. Mengingat, pergerakan dilakukan secara perorangan.
Apalagi kondisi finansial mereka juga tergolong minimalis. Sehingga, alat pendukung pun seadanya.
"Kurang biaya, kemudian pengetahuannya atau kapabilitas juga kurang. Maka dari itu, pelaku menggunakan pisau. Kemudian ada beberapa tempat seperti di Inggris (dengan cara) menabrakkan kendaraan," papar alumni terbaik Akpol 1987 itu.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan Polri, dengan memutus akses pelaku ke dunia siber (cyber). Pasalnya, mereka kerap belajar secara otodidak terkait teknis pembuatan alat peledak dan informasi lainnya.
"Menghadapi situasi seperti ini maka yang harus diperkuat adalah deteksi di internet, dunia cyber," pungkasnya.
Sebelumnya, Tito mengatakan ada dua fenomena modus terorisme di dunia. Menggunakan jaringan , atau dengan cara Jihad tanpa pemimpin.
Namun, dirinya mengaku lebih khawatir dengan modus
Leaderless Jihad alias
Lone Wolf karena tidak terorganisir.
[sam]
BERITA TERKAIT: