Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

AS Paling Doyan Sadap Informasi, Indonesia Paling Gampang Diterobos

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 23 April 2015, 21:47 WIB
AS Paling Doyan Sadap Informasi, Indonesia Paling Gampang Diterobos
ilustrasi/net
rmol news logo Gelaran Bisnis dunia IT atau yang dikenal CeBIT 2015 di Hannover Jerman bulan lalu menjadi ramai karena mantan kontraktor Nastional Security Agency (NSA) Amerika Serikat Edward Snowden membuka diskusi bagi peserta yang diundang, termasuk dengan perwakilan Indonesia yang hadir.

Pendiri Communication and Information System Security Research (CISSReC) Pratama D Persadha membeberkan Snowden dalam kesempatan tersebut memberikan warning pada masyarakat dunia akan meningkatnya kejahatan Cyber. Menurut buronan nomor satu Amerika Serikat itu, peningkatan kejahatan cyber tidak hanya karena ulah para hacker, namun juga pemerintah di seluruh negara terkait mengamankan kepentingannya.

"Disana juga dibeberkan Snowden, Amerika Serikat paling suka menjaring informasi seluruh negara. Mereka ada program namanya Prism. Ini digunakan NSA untuk mengumpulkan seluruh informasi dari cyber baik media sosial maupun perangkat email yang sering digunakan," kata Pratama saat bericara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/4).

Sayangnya, menurut Pratama, pemerintah masih terbilang acuh terhadap kemanan cyber di Indonesia. Padahal pemerintah mengetahui Indonesia menjadi negara paling mudah dimata-matai baik oleh asing maupun oleh pihak-pihak yang ingin berbuat kejahatan.

"Saya tahu Istana sejak 2004 sama sekali tidak aman dari upaya penetrasi melalui cyber kita. Kita terus diserang. Istana sudah lama cerita ke Lemsaneg. Perang intelijen saat ini semakin mengerikan. Saya kira ngalahin Indonesia makin gampang. Karena semua rahasia negara mudah disusupi dan diketahui," kata mantan Plt Dikrektu Pamsinyal Lemsaneg ini.

Parahnya lagi, pasukan pengamanan presiden (Paspampres) selama ini menurut Pratama menggunakan aplikasi yahoo dan gmail dalam mengandekan semua kegiatan presiden. Mulai dari presiden akan melewati jalur yang mana, akan berhenti diamana dan berkunjung kemanapun.

"Bayangin kalau ada yang tidak suka dengan presiden. Mau itu orang lokal atau asing. Mereka dengan mudah pasang bom di titik-titik kegiatan presiden tadi itu. Sekarang masih tenang karena belum ada kejadian," beber Pratama.

Seharusnya penyadapan SBY dan ibu negara Ani Yudhoyono menjadi pelajaran jika penyadapan dan pembobolan sistem cyber di Indonesia lemah. Pemerintah harus mulai aware terkait hal ini.

"Badan cyber nasional mutlak diperlukan. Teknologi dalam negeri juga perlu dilirik karena sudah teruji. Saat ini 99 persen perangkat kemanan cyber masih punya asing. Teknologi enkripsi harus digunakan," demikian Pratama.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA