Marouane Chamakh Ganti Puasa Di Bulan Lain

Selasa, 30 Agustus 2011, 03:13 WIB
Marouane Chamakh Ganti Puasa Di Bulan Lain
Marouane Chamakh
RMOL. Adalah kewajiban se­orang Muslim untuk beribadah dan mencari nafkah. Termasuk di bulan Ramadhan. Berat memang bermain bola saat berpuasa. Be­gitulah yang dirasakan para pe­sepakbola Muslim yang merum­put di liga-liga Eropa.

Mengingat negara tempat para pesepakbola Muslim ber­kom­pe­tisi tidak terlalu ngeh akan adanya puasa di bulan Ramadhan. Maka, mereka harus berjuang ekstra de­ngan berpuasa sambil menguras keringat di lapangan.

Kendati demikian, ada bebe­rapa pemain Muslim yang tidak berpuasa saat bermain dan ada yang memilih membayar di wak­tu lain terhadap kewajiban puasa yang ditinggalkannya. Tapi, ada juga yang me­ning­gal­kan puasa saat pertandingan res­mi saja, seperti yang dialami stri­ker Arsenal, Marouane Chamakh.

Lahir di Prancis, 10 Januari 1984, Chamakh mewarisi Islam dari ayahnya, El Mostafa Cha­makh, pria asal Maroko yang hij­rah ke Prancis, tepatnya ke Ton­neins, kota kecil yang dikelilingi Su­ngai Garonne.

Tumbuh dan besar di kawasan  komunitas perantauan Maroko, nilai-nilai ajaran Islam pun ter­tanam kuat dalam dirinya.

Bagi bekas striker Bordeaux ini, bulan Ramadhan merupakan bulan paling istimewa. Karena itu, Chamakh terus berusaha me­nye­laraskan kewajibannya ber­puasa, dengan tuntutan profesio­nalitas untuk tetap bertanding di bulan Ramadhan.

Solusinya sama dengan rata-rata pesepakbola Muslim yang merumput di Eropa lainnya, yak­ni tetap berpuasa saat hanya ber­latih, namun tak berpuasa saat bertanding.

“Aku tidak memiliki masalah puasa pada bulan Ramadhan. Hal yang normal, sehari sebelum per­tandingan dan saat pertandingan, aku tidak puasa. Namun, aku akan menebusnya di lain waktu,” papar Chamakh.

Solusi ini didapat dari penga­la­mannya ketika masih berse­ra­gam Bordeaux. Pernah saat mem­­perkuat salah satu tim elite Prancis itu pada 2003, dia me­maksakan berpuasa saat akan ber­tanding. Dan itu ternyata sangat me­nyik­sa­nya.

Soalnya, dia harus ber­tanding dua jam sebelum waktu berbuka, dan rata-rata waktu berbuka di Eropa adalah sekitar pukul 20.00. “Harus saya akui, berat sekali bertanding sembari berpuasa,” tambahnya.

Meski berat, namun Chamakh tetap menganggap Ramadhan ada­lah bulan spesial. “Bisa dika­takan pada siang hari kita men­derita, tapi pada malam hari kami merasa takzim dan bahagia. At­mosfirnya sungguh berbeda. Ini ke­sempatan kita untuk me­nyu­ci­kan diri kembali. Momen penting yang tak boleh terlewatkan begitu saja,” pungkasnya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA