Pemenuhan Gizi Tak Boleh Terhenti karena Libur Sekolah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 25 Desember 2025, 08:31 WIB
Pemenuhan Gizi Tak Boleh Terhenti karena Libur Sekolah
Relawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bogor Dramaga Ciherang 1 sedang menyiapkan Makan Gizi Gratis (MBG), (Foto: Dokumen RMOL/Abdul Rouf Ade Segun)
rmol news logo Di tengah isu kenaikan harga pangan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG), para ekonom dan akademisi justru menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan pemenuhan gizi anak tanpa terputus oleh kalender akademik. 

Program MBG dinilai bukan hanya aman dari sisi ekonomi, tetapi juga krusial sebagai investasi jangka panjang sumber daya manusia.

Ekonom dan mantan Direktur Program Magister Manajemen FEB UI, Harryadin Mahardika, menepis anggapan bahwa MBG memicu lonjakan harga bahan pokok. Menurutnya, kehadiran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) justru membuat rantai pasok pangan lebih sehat dan transparan.

“Sebelum MBG, petani dan peternak bergantung pada tengkulak sehingga harga mudah dipermainkan. Dengan SPPG, hasil produksi bisa langsung diserap. Ini membuat harga lebih terkendali dan memberi pilihan yang lebih adil bagi petani,” ujarnya.

Komitmen pemerintah menjaga pemenuhan gizi terlihat dari tetap beroperasinya SPPG selama masa libur sekolah. Paket makanan bergizi terus didistribusikan kepada penerima manfaat, menegaskan bahwa kebutuhan gizi anak tidak boleh berhenti hanya karena kegiatan belajar mengajar diliburkan.

Guru Besar Ilmu Politik dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sri Yunanto, menilai kritik bahwa MBG saat libur sekolah sekadar upaya menghabiskan anggaran sebagai pandangan yang keliru.

“Pemenuhan gizi tidak boleh terputus hanya karena kalender akademik. Ini adalah bagian dari investasi serius untuk menyiapkan SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.

Selain berdampak pada kesehatan anak, MBG juga menggerakkan ekonomi masyarakat. Ribuan dapur SPPG membuka lapangan kerja baru dan menjadi sumber penghidupan bagi relawan serta pekerja lokal.

“SPPG membawa manfaat luas dan memutar roda ekonomi,” tambah Harryadin.

Hingga 24 Desember, sebanyak 17.555 SPPG telah melayani lebih dari 50 juta penerima manfaat di 38 provinsi, dengan hampir 742 ribu tenaga kerja terlibat langsung.

Salah satu penerima manfaat tidak langsung adalah Maria Sudilaksana Mega (42), relawan SPPG Khusus Tangerang Selatan. Ibu tunggal yang tengah hamil enam bulan ini mengaku kehidupannya terbantu sejak bergabung sebagai juru racik di dapur SPPG. Bersama 46 relawan lainnya, ia menyiapkan sekitar 3.300 porsi makanan setiap hari.

Bagi Mega, MBG bukan sekadar program pemerintah, melainkan penopang nyata untuk bertahan hidup dan memastikan masa depan anak-anaknya tetap terjaga. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA