Menurutnya, wacana kebijakan tersebut bukan solusi tepat. Sebab, media sosial merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat. Sudah menjadi sarana utama penyebaran informasi serta interaksi digital.
“Memang serba salah karena penyebaran informasi lewat media sosial sudah sangat marak. Anak-anak semakin cerdas dalam menyikapi informasi yang mereka temukan,” ujar Farah lewat keterangan resminya di Jakarta, Senin, 24 November 2025.
Perkembangan teknologi telah mendorong peningkatan kecerdasan literasi digital di kalangan generasi muda.
Kendati demikian, butuh kehati-hatian terkait keberadaan sumber informasi.
“Kita harus waspada,” ungkap politikus Partai Golkar tersebut.
Ia menegaskan, fokus kebijakan harus mengarah pada peningkatan keamanan dan kebersihan konten digital bukan pembatasan penggunaan platform.
Maka dari itu perlu penerapan teknologi untuk menandai suatu konten yang mengandung kekerasan, radikalisme, atau informasi bias (flagging system).
“Karena saya pernah bekerja di bidang teknologi, saya tahu bahwa sebenarnya ada kebijakan untuk mem-flag konten radikal lewat AI maupun manual cleansing,” tutur dia.
Untuk mewujudkan hal itu, Farah berharap tercipta sinergi antara pemerintah, platform digital, dan masyarakat. Memastikan ruang maya aman, edukatif, dan produktif.
Penguatan literasi digital dan peningkatan pengawasan konten menjadi langkah strategis. Sehingga media sosial tetap bermanfaat positif, tanpa mengurangi kebebasan akses informasi.
“Jadi, tanpa melarang media sosial sepenuhnya, isi kontennya yang harus dibersihkan oleh penyedia platform,” pungkas Farah.
BERITA TERKAIT: