Hal itu disampaikan dalam diskusi publik bertajuk ‘Bahaya Disinformasi Influencer Bagi Persatuan Bangsa’ di Jakarta, Kamis, 18 September 2025.
“Banyak orang menyebarkan informasi tanpa menyaring terlebih dahulu kebenarannya. Akibatnya, masyarakat sering dilanda kebingungan hingga memicu ketegangan di berbagai kelompok,” kata Siska melalui keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat, 19 September 2025.
Ia menambahkan, grup-grup percakapan kini dipenuhi informasi dari berbagai isu, mulai dari lingkungan, ekonomi, hingga politik. Namun, masalah muncul ketika sebagian besar anggota langsung membagikan ulang tanpa melakukan verifikasi.
“Kebiasaan ini mempercepat penyebaran informasi yang keliru dan menyesatkan opini publik,” ujarnya.
Siska juga menyoroti lemahnya etika komunikasi di media sosial. Menurutnya, banyak komentar yang bernada kasar dan tidak pantas, mencerminkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga tata krama online.
“Padahal tutur kata di ruang digital sama pentingnya dengan interaksi nyata sehari-hari,” tegasnya.
Fenomena lain yang ia soroti adalah maraknya beredarnya potongan video pejabat maupun tokoh publik. Konten yang tidak utuh kerap memicu kontroversi dan membentuk persepsi bias di masyarakat.
“Opini publik akhirnya lebih mudah diarahkan ke hal-hal negatif, dan ini semakin memperkuat polarisasi,” jelas Siska.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya peningkatan kesadaran etika digital. Masyarakat harus mulai belajar memilah informasi sebelum membagikan, serta menanamkan sikap santun dalam berkomentar.
“Jika hal ini bisa dilakukan bersama, media sosial bisa kembali menjadi ruang sehat untuk berdiskusi,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: