CHED:

Kebijakan KTR di Jakarta Tak Rugikan Pelaku Usaha Kecil

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Minggu, 06 Juli 2025, 00:34 WIB
Kebijakan KTR di Jakarta Tak Rugikan Pelaku Usaha Kecil
Ilustrasi/Net
rmol news logo Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) mulai dibahas oleh DPRD DKI Jakarta setelah tertunda selama 14 tahun. 

Inisiatif ini mendapat apresiasi luas dari masyarakat sipil dan kalangan akademisi sebagai upaya strategis melindungi kesehatan publik, terutama generasi muda, dari dampak buruk konsumsi tembakau.

Kepala Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta, Roosita Meilani Dewi menegaskan bahwa Raperda KTR memiliki dasar hukum yang kuat.

“Ini adalah bentuk nyata dari implementasi hak atas hidup sehat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, hingga Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 yang secara tegas melarang penjualan rokok kepada anak di bawah usia 21 tahun,” kata Roosita dalam keterangannya, Sabtu 5 Juli 2025.

Ia juga membantah kekhawatiran bahwa regulasi ini akan berdampak negatif terhadap ekonomi daerah. 

Roosita merujuk pada data keuangan Pemprov DKI Jakarta yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak reklame tetap stabil bahkan mengalami peningkatan sejak diberlakukannya larangan iklan rokok melalui Pergub Nomor 1/2015. 

Penerimaan meningkat dari Rp714,9 miliar pada 2015 menjadi Rp961,3 miliar pada 2024, dengan puncak Rp1,095 triliun pada 2022.

“Fakta ini membantah narasi bahwa promosi rokok diperlukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Justru, pengeluaran rumah tangga miskin untuk rokok yang menempati urutan kedua setelah beras -- mencapai Rp79.226 per bulan (Susenas 2019) -- menunjukkan beban ekonomi yang justru ditanggung keluarga,” kata Roosita.

CHED mendorong DPRD DKI Jakarta agar segera mengesahkan Raperda KTR dengan alasan utama melindungi hak atas kesehatan, menyelamatkan generasi muda dari adiksi nikotin, serta memperkuat konsistensi pengendalian tembakau di ibu kota.

Senada dengan itu, Ketua Smoke Free Jakarta, Dollaris Riauaty Suhadi, turut menegaskan pentingnya Raperda ini sebagai payung hukum yang kuat dan komprehensif.

“Raperda ini menyatukan berbagai kebijakan yang telah ada sebelumnya, termasuk aturan sanksi bagi pelanggar dan perluasan cakupan larangan pada rokok elektronik, promosi, dan sponsor rokok,” kata Dollaris.

Ia juga membantah anggapan bahwa aturan ini merugikan pelaku usaha kecil.

“Tidak ada bukti bahwa penerapan KTR mengganggu ekonomi lokal, baik di Jakarta maupun di kota-kota global lainnya. Penjualan warung dan UMKM tetap berjalan normal setelah larangan iklan rokok diberlakukan,” kata Dollaris.

Dukungan terhadap Raperda ini juga datang dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI). Sekretaris Jenderal LPAI, Titik Suharyati, menilai bahwa kebijakan KTR merupakan investasi jangka panjang dalam perlindungan anak.

“Kebijakan ini berperan penting dalam menekan angka perokok anak yang semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun,” kata Titik.

Sementara itu, Ketua Tobacco Control Support Centre Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), dr. Sumarjati Arjoso, menekankan pentingnya keselarasan Raperda KTR dengan PP Nomor 28/2024. Ia menyoroti pentingnya agar regulasi ini tetap mencakup larangan total iklan rokok, penjualan rokok elektronik dan rokok batangan, serta penyediaan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM).

“Dengan data, dukungan publik, serta bukti lapangan yang tersedia, momen pembahasan Raperda KTR 2025 diharapkan menjadi titik balik bagi Jakarta untuk tampil sebagai kota percontohan dalam pengendalian tembakau di Indonesia,” tambahnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA