Anggota Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo menilai, kebijakan penghapusan NIK itu belum disosialiasasikan secara maksimal. Sehingga dikhawatirkan justru bisa menimbulkan masalah baru.
“Masih banyak warga DKI Jakarta yang belum mengetahui rencana penonaktifan KTP, menunjukkan bahwa Pemprov DKI kurang mensosialisasikan kebijakan tersebut," kata Rio dikutip Senin (22/4).
Berbeda dengan status warga yang sudah meninggal dunia, menurut Rio, memang harus segera dinonaktikan. Namun untuk status warga yang berpindah wilayah atau pindah domisili, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dulcapil) DKI Jakarta jangan mengambil keputusan sepihak tanpa konfirmasi.
“Dinas Dukcapil harus benar-benar memastikan apakah warga tersebut sudah pindah ke luar Jakarta atau belum, jadi jangan gunakan asumsi ‘mungkin’ karena KTP menyangkut hak warga,” kata Rio.
Apalagi, terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang harus membuat identitas KTP DKI tetapi tinggal di luar Jakarta. Satu di antaranya tetkait pekerjaan, pendidikan, atau pun sosial ekonomi.
“Faktor tersebut menjadi salah satu poin yang wajib dikaji oleh Pemprov sebelum melakukan penonaktifan KTP,” kata Rio.
Penghapusan data tersebut, sambung Rio, khawatir dapat mengganggu proses Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan digelar 27 November 2024.
Sebelumnya, Dinas Dukcapil DKI Jakarta mengatakan ada 92.432 NIK bakal dinonaktifkan karena berbagai macam faktor. Seperti sudah meninggal dunia dan RT yang lokasinya telah beralih fungsi dari permukiman menjadi fasos fasum.
BERITA TERKAIT: