“Hal ini tentu ini menjadi ancaman serius bagi nelayan dengan adanya predator ikan asing di perairan danau Toba,” kata Akademisi USU, Roy Fachraby Ginting, Rabu (27/3).
Sosok yang merupakan Dosen Hukum Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini menjelaskan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Badan Otorita Danau Toba serta pemerintah kabupaten yang ikut memiliki di wilayah perairan danau Toba harus menginisiasi solusi penanggulangan dan pengurangan keberadaan ikan predator (red devil) di Danau Toba. Hal ini karena kehadiran ikan predator tersebut sangat mengganggu perekonomian masyarakat.
“Kita siap untuk terlibat dalam mencari cara pengendalian dan sekaligus menekan perkembangan ikan hama tersebut dengan beberapa langkah dan cara dalam upaya penyelamatan ekonomi nelayan di sekitar danau Toba,” ujarnya.
Ditambahkannya, upaya menghambat dan menekan keberadaan ikan red devil menjadi hal penting untuk menjamin ketersediaan ikan konsumsi khas Danau Toba seperti ikan nila, mujahir, lele, ikan mas dan ikan batak. Keberadaan ikan khas ini menjadi salah satu pekerjaan bagi nelayan sebagai sumber pendapatan keluarga untuk dijual dalam kebutuhan hidup dan pangan.
“Saat ini, pendapatan nelayan tersebut semakin berkurang, bahkan ikan khas danau Toba nyaris sulit didapat karena dimangsa oleh ikan red devil,” sebutnya.
Roy Fachraby mengharapkan agar Gubernur dan jajaran Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara bisa segera berkolaborasi dengan Badan Otorita Danau Toba dan Bupati yang memiliki wilayah danau Toba agar bisa duduk bersama untuk mengatasi dan membuat solusi atas permasalahan keberadaan ikan red devil sudah memasuki tingkat kecemasan bagi nelayan dan masyarakat di sekitar perairan danau Toba.
BERITA TERKAIT: