Salah satu upaya dilakukan dengan menggelar Operasi Larangan Laut Terpadu 'Purnama' (Gempur Narkotika Bersama) sebagai pendekatan preventif dan represif terhadap masuknya narkotika ke wilayah Indonesia.
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kusdiantoro saat berbicara pada International Commission on Narcotics Drugs (CND) Side Event “Border Management Workshop – Drugs Trafficking at the Border” yang berlangsung di Wina, Austria beberapa waktu lalu.
Kusdiantoro menyampaikan bahwa Indonesia pernah mengamankan kapal berbendera Singapura pada Februari 2018 silam yang menyelundupkan narkoba ke wilayah Indonesia.
“KRI Sigurot 864 mengamankan kapal MV Sunrise Glory berbendera Singapura di perairan Selat Philip yang memisahkan Singapura dan Batam. Setelah dilakukan penyelidikan awal, diketahui kapal yang dulu bernama Shun De Man 66/Shun De Ching itu diduga terlibat penyelundupan narkoba. Obat tersebut disimpan di sebuah wadah yang sulit diakses, di bawah tumpukan beras," ungkap Kusdiantoro dalam keterangannya, Selasa (26/3).
Kusdiantoro menegaskan bukan hanya narkoba, Indonesia juga melawan segala bentuk peredaran barang ilegal di Indonesia.
“Pemerintah telah melakukan beberapa inisiatif untuk menghentikan penangkapan ikan ilegal. KKP bertugas mengawasi dan mengendalikan perikanan serta wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir,” terangnya.
Lebih jauh disebutkan, bahwa saat ini KKP sedang mempersiapkan teknologi terintegrasi berbasis satelit yang akan digunakan untuk sistem pemantauan operasi perikanan. Satelit ini tidak hanya berfungsi memantau namun membantu pemerintah untuk memahami dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan di sektor ini.
“Indonesia punya dua belas pulau kecil terluar yang ditetapkan sebagai pulau kecil prioritas pengelolaan karena mempunyai nilai yang sangat strategis baik dari segi pertahanan, keamanan dan kekayaan sumber daya alam," jelasnya.
Kedua belas pulau kecil itu menurut Kusdiantoro merupakan bagian 111 pulau kecil terluar yang berbatasan secara langsung dengan negara lain. Pulau-pulau tersebut terdiri dari Pulau Rondo di Aceh, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, Pulau Marampit, Pulau Marore dan Pulau Miangas di Sulawesi Utara, Pulau Fani di Papua Barat Daya, Pulau Fanildo dan Pulau Brass di Papua serta Pulau Dana dan Batek di Nusa Tenggara Timur.
Indonesia telah dikenal sebagai negara kepulauan memiliki wilayah pesisir dan lautan sebagai aset. Ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, serta sumber daya ikan yang tersebar di lebih dari tujuh belas ribu pulau memiliki nilai jasa ekosistem yang tinggi sehingga mampu menunjang perekonomian bangsa dan penghidupan masyarakat pesisir.
Meski demikian tak dapat dipungkiri, permasalahan di sektor kelautan dan perikanan masih menjadi tantangan karena berkaitan dengan sektor lain yang juga sensitif terhadap interaksi, khususnya dengan aspek lingkungan hidup.
"Modus operandi kejahatan melalui aktivitas perikanan menjadi tantangan bagi Indonesia seperti penangkapan ikan secara ilegal, transaksi bahan bakar ilegal, tindak pidana keimigrasian, tindak pidana kepabeanan dan cukai, pencucian uang, tindak pidana perpajakan, korupsi, pelanggaran HAM dan yang terakhir adalah penyelundupan narkotika,” tutup Kusdiantoro
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyerukan bahwa KKP selalu berkomitmen menjaga wilayah perairan dan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara lain.
Pengawasan perairan dan pengelolaan pulau terluar dilakukan secara rutin sebagai tindak lanjut Perpres Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kemenkopolhukam, Perpres Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 12/2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Perpres Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar serta Arahan Presiden RI pada 9 Maret 2020 untuk mengontrol, mengevaluasi, dan mengarahkan pembangunan di perbatasan negara.
BERITA TERKAIT: