Makam tua yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Masjid Agung Demak tersebut, tepatnya di Kampung Sawunggaling, Kelurahan Bintoro, Kecamatan/Kabupaten Demak, merupakan makam dari adik Raja Demak, Sultan Fatah. Komplek makam sendiri terlihat rindang karena terdiri dari pepohonan besar sehingga terkesan adem.
Di dalamnya terdapat suatu ruangan berukuran 5x5 meter, biasa disebut bangunan cungkup, merupakan makam Raden Sawunggaling. Ada pula satu cungkup lagi ukuran 3x3 merupakan makam dari Mbah Dirjo, tokoh wilayah setempat di masa lampau.
Menurut penjaga komplek makam tersebut, M Solikhin, peziarah biasanya datang hanya pada hari tertentu saja, misalnya pada saat malam Jumat Wage. Cungkup ini terkenal hingga pengunjung dari luar Demak seperti Pati, Rembang, Semarang, dan bahkan sampai Jawa Barat datang menyambangi.
"Biasanya hanya waktu-waktu tertentu, terus bagi yang tahu tempat ini sekalian mampir. Setelah dari Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga, terus ke sini," ucapnya kepada
Kantor Berita RMOLJateng, Sabtu (9/12).
Dituturkan Solikhin, pada tahun politik seperti ini kondisi sedikit berbeda. Hampir setiap hari ada peziarah. Bahkan peziarah disinyalir sudah ramai sejak mulai Pemilihan Kepala Desa gelombang 1 pada 2022. Sekarang, ia melihat banyak calon legislatif dari berbagai daerah yang datang berziarah.
"Tahun politik seperti ini banyak yang berkunjung ke cungkup. Dari calon kades, lalu yang mau calon DPRD dari berbagai daerah datang ke sini, berziarah. Meminta restu penguasa wilayah di masa lalu," ucapnya.
Lanjut Solikhin, cerita tentang Raden Sawunggaling didapatkan dari cerita turun temurun. Raden Sawunggaling adalah putra Brawijaya V yang diutus ke Demak membantu mendirikan kerajaan, bersama kakaknya yakni Sultan Fatah.
"Terkait simpang siur kebenarannya, saya hanya berpijak pada batu nisan makam yang khas bangsawan Majapahit, yang mana pernah diteliti oleh budayawan dan arkeolog yang datang ke sini," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: