Hal ini ditujukan untuk mendongkrak produksi dan produktivitas pertanian, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, infrastruktur pertanian merupakan ujung tombak agar budidaya pertanian bisa maksimal.
"Contohnya infrastruktur yang menjamin ketersediaan air, seperti irigasi, embung, atau waduk. Kalau infrastruktur itu tidak ada, maka proses budidaya tidak bisa dilakukan. Karena semua tanaman perlu air," kata Khudori dalam keterangannya, Sabtu (11/11).
Khudori juga menyarankan pemerintah untuk memperkuat sinkronisasi pembangunan infrastruktur antar kementerian atau stakeholder terkait.
Sebab, menurutnya, ada permasalahan serius terkait ini, dimana kadang tidak ada kesinambungan antara pembangunan yang dilakukan oleh pusat dengan daerah.
"Misalnya jaringan irigasi primer dan sekunder yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sudah dibangun, tapi jaringan irigasi tersier yang menjadi tanggung jawab daerah belum dibangun. Itu yang membuat air dari embung atau waduk tidak optimal sampai ke sawah petani," kata Khudori.
Selain soal infrastruktur fisik, kata Khudori, sarana pertanian non fisik juga sangat penting untuk diperhatikan, seperti pupuk subsidi.
Meski jumlah pupuk subsidi itu terbatas dan tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan petani, Khudori mengapresiasi adanya aplikasi Integrasi Pupuk Bersubsidi (iPubers) yang dibuat Kementan, yaitu dengan mengintegrasikan data berbasis petani dan data dari pupuk Indonesia yang basisnya penyalur.
"Setahu saya ini (ipubers) sudah dicoba di 8 provinsi dan hasilnya bagus. Mudah-mudahan ini terus dijaga, dan bisa diperluas. Nanti ujungnya bisa mengubah sistem subsidi dari bentuk barang ke (subsidi) langsung petani," kata Khudori.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: