"Kami minta Karo Paminal Mabes Polri turun, lihat langsung prosesnya (penanganan perkara). Kalau Polda Sumsel tidak sanggup, maka kami minta serahkan saja ke Mabes Polri yang tangani," kata Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) DPW Sumsel, Feriyandi dikutip dari
Kantor Berita RMOLSumsel, Kamis (2/11).
Menurut Feriyandi, pengawalan ini penting dilakukan lantaran perkara lingkungan yang sempat dilaporkan warga Selat Punai, Kelurahan Pulokerto, Gandus Palembang yang terdampak aktivitas pelabuhan RMKE pada 2021 silam sempat tenggelam usai adanya mediasi antara warga dan perusahaan.
Namun belakangan, lanjut Feriyandi, kesepakatan mediasi disebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Debu batubara dalam aktivitas pelabuhan milik RMKE kembali mencemari lingkungan dan merusak hak hidup warga.
Imbasnya, dugaan pencemaran lingkungan itu kembali dilaporkan melalui Yayasan Bantuan Hukum Berkeadilan dalam laporan bernomor: R/LI-77/VIII/RES 5.3/2023 Ditreskrimsus yang juga telah dikeluarkan perintah penyelidikannya.
"Kita mempertanyakan sejauh mana penyelidikan, karena pelanggarannya sudah jelas, sudah disanksi Kementerian LHK dan Pemprov Sumsel," ungkap Feriyandi.
Sebagaimana diungkap Ketua Ikatan Solidaritas Warga Gandus (IKSOWDUS), Julianto, polemik aktivitas RMKE yang diduga mencemari lingkungan ini telah dimulai sejak 2016-2017 lalu.
Dari keterangan Julianto, masyarakat mulai merasakan debu batubara saat pelabuhan RMKE baru beroperasi. Masalah ini sempat dilaporkan ke Pemkot Palembang dan Polda Sumsel. Merasa tidak ada tindak lanjut, pada 2021 warga memutuskan untuk membuat pengaduan resmi ke Polda Sumsel.
"Terjadi mediasi (difasilitasi Polda Sumsel) dan timbul kesepakatan lagi bahwa RMKE akan memberikan bantuan kepada masyarakat Selat Punai. Laporan pun akhirnya dicabut," ungkap Julianto kepada
Kantor Berita RMOLSumsel, Sabtu (16/9).
Meski telah bersepakat, RMKE dianggap tidak kunjung merealisasikan hasil kesepakatan itu. Warga kemudian geram dan melaporkan kembali ke Polda Sumsel melalui Yayasan Bantuan Hukum Berkeadilan.
Aparat Polda Sumsel, dikatakan Julianto juga telah memanggil Ketua RT 25 dan Ketua RT 26 Selat Punai untuk melengkapi berkas pemeriksaan aduan perkara ini.
Namun, karena merasa tidak tahan hidup berselimut debu, warga dua RT di kawasan Selat Punai inipun menggelar aksi di DPRD Sumsel dan Pemprov Sumsel menuntut hak hidup layak, pada Agustus 2023.
Saat itu, warga yang menggelar aksi sempat ditemui Ketua DPRD Sumsel, Anita Noeringhati dan Gubernur Sumsel, Herman Deru. Pada kesempatan itu, mereka meminta aparat berwenang menindak RMKE yang diduga telah melakukan sejumlah pelanggaran lingkungan.
"Pada Juli (2023), saya menanyakan langsung ke manajernya Pak Togar terkait kesepakatan, dan dijawab Pak Togar tidak bisa lagi dibantu dalam bentuk uang tunai, hanya bisa dibantu berupa fasilitas kesehatan,” kata Julianto.
Mediasi Polda Sumsel DipertanyakanPengamat hukum Sumsel, Yopie Bharata menyoroti mediasi antara warga Selat Punai dan RMKE yang disebut atas fasilitasi Polda Sumsel pada tahun 2021 yang kemudian tidak memberikan efek jera bagi perusahaan. Sebab, terjadi pelanggaran kesepakatan oleh perusahaan sehingga dilaporkan kembali oleh warga ke Polda Sumsel.
"Pelanggaran lingkungan seharusnya diperiksa, dipersidangkan meskipun sudah ada perdamaian dengan masyarakat. Karena kalau tidak ada sanksi pidana, maka kejadian kejadian pencemaran lingkungan hidup ini pasti akan terus terjadi,” kata Yopie Bharata kepada
Kantor Berita RMOLSumsel, Kamis (2/11).
Jika benar mediasi itu difasilitasi Polda Sumsel, kata dia, seharusnya kepentingan masyarakat diutamakan dengan menegakkan peraturan perundang-undangan, khususnya mengenai lingkungan hidup di Sumsel. Namun nyatanya, polemik menjadi berkepanjangan, hal ini tentu akan menjadi preseden buruk bagi institusi Polri.
"Hal seperti inilah (mediasi terhadap pelanggar lingkungan) yang membuat penegakkan hukum (lingkungan) lemah. Malah bisa saja terjadi intervensi terhadap ataupun dilakukan oleh oknum-oknum penegak hukum,” katanya.
Menunggu Langkah Tegas Polda SumselDukungan bagi Polda Sumsel untuk memproses perkara pidana lingkungan muncul dari Ketua Komisi I DPRD Sumsel, Antoni Yuzar. Menurutnya kasus-kasus seperti ini sudah selayaknya diproses tegas agar bisa naik ke tingkat pengadilan.
"Pencemaran lingkungan dalam kasus (dugaan pidana lingkungan RMKE) ini sudah terbukti. Maka tugas aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan warga. Kategori tindak pidana yang dilakukan berulang ini seharusnya jangan dimediasi," jelas Antoni.
Atas nama masyarakat dan lingkungan Sumsel, Antoni menilai sanksi pidana di tingkat pengadilan tidak hanya akan memberikan efek jera bagi perusahaan penjahat lingkungan, tetapi juga bisa memberikan efek domino untuk perusahaan lain yang mencoba untuk merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
"Kalau sedikit-sedikit damai, berarti menyalahi aturan juga. Supremasi hukum perlu ditegakkan untuk melindungi masyarakat dari lingkungan tercemar, lingkungan yang dirusak oleh oknum?"oknum tertentu. Itu tugas Polri,” katanya.
Polda Sumsel Pastikan Penyelidikan BerjalanTudingan mandeknya penanganan perkara dugaan pidana lingkungan RMKE dibantah Polda Sumsel. Saat ini, penyelidikan perkara tersebut terus berjalan. Bahkan informasi yang dihimpun, jajaran Polda Sumsel telah memanggil sejumlah pihak terkait.
Meski tidak merinci, Kapolda Sumsel, Irjen Rachmad Wibowo melalui Wadir Reskrimsus, AKBP Putu Yudha Prawira menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan kepastian hukum dalam perkara ini.
"Terima kasih informasinya, semua laporan masyarakat yang kami terima akan kami layani dengan baik dan segera akan kami berikan kepastian hukum yang berkeadilan," tegas AKBP Putu Yudha saat dikonfirmasi
Kantor Berita RMOLSumsel.
BERITA TERKAIT: