Secara singkat, Listyo menjelaskan bahwa saat ini memang dilakukan upaya pembebasan lahan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam terkait rencana pengembangan Rempang Eco City.
Namun, di saat yang bersamaan ada beberapa kelompok warga yang menolak rencana pengembangan serta ingin tetap menguasai lahan itu. Bentrokan pun tidak terhindarkan antara aparat dan warga.
"Di sana (Pulau Rempang) ada kegiatan terkait dengan pembebasan atau mengembalikan kembali lahan milik otoritas Batam yang saat ini mungkin dikuasai beberapa kelompok masyarakat," kata Listyo kepada wartawan, Kamis kemarin (7/9). Bentrokan terus terjadi meski upaya seperti musyawarah dengan warga setempat dan BP Batam telah dilaksanakan.
Tidak hanya itu, BP Batam juga telah menyiapkan relokasi dan ganti rugi terhadap lahan yang dibebaskan. pembebasan.
Sayangnya upaya tersebut tidak berjalan mulus. Sebab beberapa masyarakat diduga tetap berusaha untuk mempertahankan lahan tempat tinggalnya.
"Karena ada beberapa aksi yang kemudian hari ini dilakukan upaya-upaya penertiban," kata Listyo.
Meski begitu, Listyo mengaku pihak kepolisian akan tetap mengedepankan upaya komunikasi dalam menyelesaikan masalah ini.
Diketahui bersama, situasi di Pulau Rempang, Batam, terus memanas seiring adanya penggusuran paksa terhadap kelompok masyarakat adat Kampung Melayu Tua.
Warga melakukan aksi penolakan relokasi dan penggusuran terhadap kelompok masyarakat adat Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang.
Program Strategis Nasional Kawasan Rempang Eco-City dianggap telah menggusur mereka yang sudah menempati tanah adat Melayu Tua itu sejak 1834 silam
Dari bentrokan ini, beberapa warga dikabarkan ditangkap dan mengalami luka-luka.
BERITA TERKAIT: