Alasan aksi yang dilakukan Yanti bersama ibunya yang sudah lansia dengan didampingi LSM Gerakan Jalan Lurus (GJL) Kota Semarang itu dikarenakan kasus tersebut tak kunjung tuntas. Bahkan belum ada kejelasan proses tindak lanjutnya.
Yanti mengaku ada empat sertifikat tanah milik keluarganya yang diserobot pihak lain. Empat sertifikat tersebut berada di Desa Ujung-Ujung yakni SHM nomor 38 atas nama ayahnya, Sumali; SHM 39 atas nama Rudi; SHM 81 atas nama Harno; dan SHM 105 atas nama ibunya, Siyem.
“Kami mendapatkan tanah-tanah tersebut dari negara berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Jateng nomor SK.DA.II/HM/2155/28/1979 tanggal 15 Februari 1979. Karena secara fakta kami adalah petani penggarap tanah negara untuk berkebun,†ujarnya saat ditemui
Kantor Berita RMOLJateng di lokasi.
Oleh karena itu, Yanti dan keluarganya berharap pihak Polda Jateng segera memproses dan menindaklanjuti laporan dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan pada tahun 2018 dengan terlapor SM dan R. Apalagi tanah seluas sekitar 2.790 meter persegi tersebut awalnya berupa perbukitan kemudian diurug sebanyak hampir 4.000 truk.
“Awalnya M ngontrak lahan bapak saya, lalu ditanami tebu tapi malah diserobot dan langsung diurug Tol Solo-Semarang dan sampai sekarang belum dikasih uangnya satu sen pun. Kita minta seadil-adilnya, tanah saya dipulangkan, tanah bapak saya dipulangkan. Bapak saya dulu diancam sampai sekarang sudah meninggal, saya enggak terima,†paparnya.
“Saya minta tolong kepada bapak Kapolda, bapak Presiden, dan pak Gubernur tolong dibantu rakyat kecil ini. Saya sakit hati bapak saya diancam sampai meninggal,†imbuhnya.
Usai melakukan demo di depan Polda Jateng, Yanti dan ibunya mendatangi kantor Pemerintahan Provinsi Jateng untuk meminta atensi kasus tersebut.
BERITA TERKAIT: