Namun di sisi lain jika hal itu tidak dilakukan maka dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) pinjaman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tidak dapat digunakan.
Atas kondisi tersebut, Ketua Koalisi Masyarakat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR) Sugiyanto menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dihadapkan dengan kondisi yang simalakama.
"Satu-satunya jalan untuk mendapat persetujuan dana pinjaman dan pengunaan pinjaman tersebut hanya melalui pembahasan Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) pada perubahan APBD tahun 2020," jelas Sugiyanto, Jumat (6/11).
Namun menetapkan perda APBDP tahun 2020 melalui pembahasan perubahan APBD yang telah melewati tanggal 30 September 2020 juga termasuk dalam pelanggaran Undang Undang.
Menurut Sugiyanto, tidak ada alasan bagi DPRD dan Pemprov DKI Jakarta untuk berkelit atas keterlambatan pembahasan termasuk karena alasan wabah Covid-19.
Sebab meskipun pandemi melanda DKI Jakarta, semua kegiatan tetap berjalan dan tak menghalangi aktivitas anggota DPRD dan Pemprov DKI Jakarta, seperti, kunker dan reses DPRD, sosialisasi Perda serta kegiatan lainnya.
Adapun konsekuensi dari keterlambatan pembahasan perubahan APBD tahun 2020, maka Anies harus melaksanakan pengeluaran sebagaimana yang telah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran 2020.
Apabila Anies dan DPRD DKI Jakarta tetap memaksa menjalankan Perda perubahan APBD tahun anggaran 2020, maka tindakan itu telah nyata-nyata melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Sekarang keputusan ada pada Anies, Masih ada waktu untuk mencari jalan keluar yang tepat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila dia berani menegakkan aturan, maka dia akan dikenal sebagai Gubernur taat hukum," jelas Sugiyanto.
"Namun sebaliknya bila ketentuan aturan diabaikan, maka akan berdampak negatif dan dapat menurunkan citra positif Anies Bawesdan," tutupnya.
BERITA TERKAIT: