Menurut sejumlah pihak, polemik perbatasan itu masih meninggalkan persoalan, dimana sejumlah pihak belum mau menerima atas putusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) lama.
"Padahal Permendagri 72/2019 sudah jelas, bawah wilayah itu sudah masuk ke Lebong atau wilayah Lebong kembali sesuai UU 39/2003," kata salah satu tokoh masyarakat asal Kecamatan Rimbo Pengadang, Abdul kadir, Minggu (2/8) seperti dikutip
Kantor Berita RMOLBengkulu.
Menurutnya, dengan diterbitkannya Permendagri 72/2019, Pemkab Lebong seyogianya tidak berdiam diri. Melainkan jemput bola untuk melakukan verifikasi titik koordinat kedua batas wilayah kabupaten ini.
"Pertemuan antara DPRD Lebong dan DPD RI sudah digelar. Tapi, karena Covid-19 makanya ditunda. Sekarang saya rasa tidak ada alasan untuk menunda hal ini lagi," bebernya.
Dia berharap, Pemkab Lebong serius untuk menangani polemik tapal batas tersebut. Terlebih lagi, sesuai Permendagri 72/2019 luas wilayah Kabupaten Lebong kembali menjadi 191.000 hektare.
"Kami selaku masyarakat mempertanyakan dan keseriusan pemda mengurus soal tapal batas ini," tuturnya.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada satupun dari Pemkab Lebong yang bisa dikonfirmasi
Kantor Berita RMOLBengkulu.
Namun, sebelumnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menerima aspirasi DPRD Kabupaten Lebong terkait tapal batas antara Kabupaten Bengkulu Utara dengan Kabupaten Lebong. Belum diketahui apa tindaklanjut dari pertemuan tersebut.
Pertemuan antara DPD RI dengan DPRD Lebong, berlangsung di ruang rapat Komite I, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, pada tanggal 17 Februari 2020 lalu.
BERITA TERKAIT: