Demikian diungkapkan Poly Network (PN), sebuah kelompok peneliti jaringan sosial kualitatif independen dan nonpartisan yang berisikan pada akademisi antropologi, sosial politik, dan praktisi teknologi informasi.
“CFR maupun Death Rate berpotensi menyesatkan dan dapat disalahtafsirkan untuk kepentingan yang tidak menguntungkan upaya percepatan penanganan wabah Covid-19,†ujar Direktur PN, Johan Neesken, Kamis (26/3).
Bahkan, Johan menyatakan, lembaga resmi dunia seperti badan kesehatan dunia WHO dan CDC US pun tidak melakukan hal tersebut. Sebagian besar diskusi terkini tentang risiko kematian akibat Covid-19 dilakukan fokus pada CFR.
“Dalam kasus terburuk, banyak yang menyesatkan bahwa CFR memberikan jawaban untuk pertanyaan seberapa besar kemungkinan seseorang terinfeksi Covid-19 meninggal karenanya,†tutur Johan kepada
Kantor Berita RMOLJabar.Meski CFR sebagai metrik yang relevan, namun tidak memberi tahu tentang risiko kematian orang terinfeksi.
“Itu hanyalah rasio antara jumlah kematian yang dikonfirmasi dari penyakit dan jumlah kasus yang dikonfirmasi (bukan total kasus),†tegasnya.
Adapun Death Rate sebagai yang ukuran sangat berbeda dihitung melalui cara membagi jumlah kematian akibat penyakit dengan total populasi.
“Ini penting untuk dibedakan, karena sayangnya orang juga terkadang mengacaukan CFR dengan Death Rate,†imbuhnya.
Dia mencontohkan pandemik flu Spanyol pada 1918. Perkiraan yang sering dikutip Johnson dan Mueller (2002) adalah 50 juta orang meninggal secara global, hal tersebut menyiratkan 2,7 persen dari populasi dunia meninggal pada saat itu.
“Ini berarti death rate adalah 2,7 persen. Tetapi 2,7 persen sering salah dilaporkan sebagai CFR. Jika faktanya Death Rate adalah 2,7 persen, maka tingkat CFR jauh lebih tinggi karena tidak semua orang di dunia terinfeksi flu Spanyol,†jelasnya.
Menurutnya, CFR yang umum dilaporkan sebagai nilai tunggal bahkan konstanta biologis, juga patut disayangkan. Sebab, CFR bukan nilai terkait dengan penyakit yang diberikan, tetapi sebaliknya mencerminkan keparahan dalam konteks tertentu, pada waktu tertentu, dan dalam populasi tertentu.
Johan menekankan, justru Infection Fatality Risk (IFR) yang sebenarnya mampu memberikan jawaban atas pertanyaan seberapa besar kemungkinan seseorang yang terinfeksi Covid-19 meninggal.
“Kemungkinan seseorang meninggal karena suatu penyakit tidak tergantung pada penyakit itu sendiri, tetapi juga respons sosial dan individu terhadapnya, tingkat dan waktu perawatan yang mereka terima, serta kemampuan individu untuk pulih dari penyakit itu,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: