Demikian yang disampaikan Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila Petrus Selestinus, Minggu (22/12). Menurut Petrus, kesepakatan antarwarga setempat beum cukup membuktikan kebebasan umat dalam beribadah.
Pihaknya sangat menyesalkan dan mendesak pemerintah untuk menghentikan pelarangan ibadah Natal umat Kristen di beberapa wilayah Sumatera Barat.
“Bukan saja bersifat diskriminatif, tetapi pelarangan ini sudah mengarah tindakan persekusi atas dasar SARA oleh sekelompok masyarakat dan aparat Pemda terhadap umat Kristiani (minoritas) yang hendak melaksanakan Ibadah suci Natal 25 Desember 2019,†kata Petrus dalam siaran persnya, Minggu (22/12).
Peristiwa pelarangan ini jelas mengusik kenyamanan umat Kristiani yang hendak merayakan Natal.
“Pemerintah seharusnya tidak membiarkan warganya melakukan kesepakatan bersama dengan obyek pelaksanaan ibadah agama bagi warganya,†tambahnya.
Bagi umat Kristiani, jelasnya, momentum Natal 25 Desember tidak semata-mata sebagai peristiwa spiritual, melainkan juga momentum untuk membangun dan memperkuat relasi sosial antarsesama tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), mempertebal toleransi terhadap sesama umat beragama dalam hidup berdampingam.secara damai.
“Kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama tidak boleh dijadikan obyek perjanjian, baik antarumat berbeda agama, antarumat seagama, maupun antarumat beragama dengan pemerintah. Karena kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama hanya negara yang memiliki kewewenangan konstitusional secara ekslusif untuk mengaturnya,†jelasnya.
Dia meminta agar pemerintah setempat serta masyarakat tidak membuat kesepakatan bersifat mengekang mengenai tata cara atau syarat pelaksanaan ibadah bagi setiap pemeluk agama.
“Itu hanya negara yang berwenang mengatur atau menjadi domain negara,†tandasnya.
BERITA TERKAIT: