Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pesan Perdamaian Putu Wijaya Lewat Teater Mandiri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Jumat, 27 September 2019, 06:21 WIB
Pesan Perdamaian Putu Wijaya Lewat Teater Mandiri
I Gusti Ngurah Putu Wijaya saat tampil di teater Mandiri/RMOL
rmol news logo Pergolakan yang terjadi di Indonesia saat ini membuat Bhinneka Tunggal Ika kehilangan marwahnya. Persatuan antar suku, ras dan agama sejak zaman leluhur bangsa diperjuangkan kini nyaris hanya tinggal nama.
HUT 79 RI

Seniman ternama Indonesia I Gusti Ngurah Putu Wijaya menyoroti melemahnya Bhinneka Tunggal Ika lewat pentas seni Teater Mandiri yang menyampaikan satiran keras mengenai kondisi bangsa saat ini.

Kemerdekaan menurutnya kemandirian, bisa berdiri sendiri namun juga mampu bekerjasama dengan orang lain. Kemandirian seperti ini, menurutnya harus dipegang teguh oleh anak bangsa.

“Manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu. Dua itu selalu bertentangan menyebabkan terjadi konflik. Kalau kita renungkan kemandirian itu membuat kita insyaf bahwa kita ini makhluk sosial dan bagian dari makhluk individu,” ungkap Putu Wijaya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (26/9).

Manusia yang memiliki sifat individual dan sosial kerap berpapasan dengan konflik, Putu Wijaya menjabarkan konflik merupakan sebuah ketegangan batin yang seharusnya membuat kita berpikir dan berjalan ke depan.

“Bukan berjalan ke belakang artinya perbedaan masalah itu ada dinamika kehidupan bukan sesuatu yang membuat kita berhenti tapi justru mesti digenjot,” tambahnya.

Putu Wijaya menyoroti banyaknya orang-orang tertentu yang melihat toleransi antar umat beragama adalah momok menakutkan dan ingin membuat Indonesia menjadi satu golongan tertentu.
Padahal, para pejuang bangsa menjadikan Indonesia sebagai pondasi awal untuk membangun bangsa.

“Kebhinekaan itu justru adalah kekuataan, tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang memiliki kebhinnekaan seperti kita. Terapi damai sudah dibuktikan 74 tahun berdiri Indonesia. Gotong royong memang belakangan ini suasananya hangat karena kita tahu bahwa ada orang yang tidak suka dengan Indonesia dalam satu kesatuan,” jelasnya.

Kesatuan diibaratkan Putu Wijaya sebagai tangan masing-masing lima jari yang memiliki fungsi berbeda-beda namun ketika dibutuhkan untuk menggenggam sesuatu dia menjadi satu.

“Tapi tidak mengkristal jadi satu yang menghilangkan warna, jadi ide istimewa itu luar biasa kita dikatakan zamrud khatulistiwa. Perbedaan kita adalah nuansa bukan perbedaan permusuhan,” ucapnya.

“Jadi ini salah satu kearifan lokal yang membuat kita berbeda-beda tapi satu. Satu bukan berarti lebur jadi satu, bukan tetap menjadi unsur yang ada luar biasa yang bisa luar biasa. Harus kita syukuri,” tandasnya.

Dalam pentas seni bertemakan “Perempuan Sejati, Peace” Putu Wijaya memainkan peran sebagai orangtua. Meski usia sudah senja dan dalam melakonkan adegan tersebut dengan menggunakan kursi roda, Putu Wijaya tetap prima.

Bintang tamu dari Bali Jais Darga didatangkan untuk menjadi pemeran utama sebagai perempuan yang diperkosa oleh polisi dan dituduh selingkuh oleh suaminya sendiri dalam pementasan tersebut.

Pentas seni yang diperankan oleh anak-anak dari Teater Mandiri garapan Putu Wijaya itu berkisah tentang perempuan. Seorang perempuan yang dituduh selingkuh dan nyaris dibunuh oleh suaminya sendiri.

Selain itu, ada kisah tentang perempuan yang diperkosa oleh anggota polisi, serta seorang anak yang menjadi pejabat negara korup hingga akhirnya mati terbunuh di tangan rakyat pemilihnya sendiri.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA