Sengketa Konstruksi Dapat Diselesaikan Lewat Dewan Sengketa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 22 Agustus 2018, 10:01 WIB
Sengketa Konstruksi Dapat Diselesaikan Lewat Dewan Sengketa
Suasana konferensi internasional Dewan Sengketa/Humas Kementerian PUPR
rmol news logo Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) punya cara mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang terkadang terganjal masalah hukum.

Kementerian PUPR mendorong semua penyelesaian sengketa konstruksi dapat dilakukan melalui jalur alternatif di luar persidangan, yakni melalui Dewan Sengketa Konstruksi.

Pada umumnya, penyelesaian sengketa konstruksi berujung di arbitrase atau pengadilan yang sering menimbulkan ketidakpastian kepada salah satu pihak, sehingga tetap dilakukan peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Proses itu memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar, serta menimbulkan ketidakpastian hukum di antara para pihak dan pekerjaan konstruksi menjadi berhenti.

"Penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi melalui Dewan Sengketa mampu memberi berbagai manfaat seperti menghemat waktu, biaya dan bisa menjaga hubungan baik antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Kementerian PUPR saat ini mulai melakukan penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi menggunakan Dewan Sengketa (Dispute Board)," ujar Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin, saat membuka Dispute Board International Conference and Workshop, di Yogyakarta, kemarin (Selasa, 21/8).

Syarif berharap, Konferensi dan Workshop dapat meningkatkan pemahaman terhadap Dewan Sengketa. Sehingga Dewan Sengketa menjadi solusi alternatif penyelesaian sengketa yang sekaligus berfungsi sebagai upaya pencegahan.

Konferensi dan Workshop ini dilaksanakan The Dispute Resolution Board Foundation bekerjasama dengan Kementerian PUPR dan Universitas Atmajaya Yogyakarta, dengan menghadirkan pembicara utama, antara lain Toshihiko Omoto (Jepang), Donald Charrett (Australia), Elizabeth Tippin (USA) dan Sarwono Hardjomuljadi (Indonesia).

Pada pasal 88 ayat 4 UU 2/2017 Tentang Jasa Konstruksi diatur pilihan pertama penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi adalah melalui musyawarah untuk mufakat yang kemudian dilanjutkan pada tahap penyelesaian sengketa yang terdiri dari mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

Dijelaskan Syarif, upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi dan konsiliasi dapat digantikan dengan Dewan Sengketa yang bertujuan untuk menyederhanakan proses agar mencapai hasil yang lebih cepat, murah dan mengutamakan kesepakatan yang saling menguntungkan. Dewan Sengketa dibentuk dari banyaknya pekerjaan konstruksi yang secara fisik telah dilaksanakan, namun masih meninggalkan sengketa atau permasalahan legal dan administrasi.

"Musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan kunci agar terjadi hubungan baik antara penyedia jasa dan pengguna jasa konstruksi. Dan pemahaman tentang penyelesaian kontrak konstruksi ini pun perlu diketahui oleh semua pihak, bukan hanya pihak kontraktor, melainkan juga praktisi hukum di Indonesia," ujar Syarif.

Tampak hadir mengikuti workshop tersebut, Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Sumito, dan Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kementerian PUPR, Dewi Chomistriana. [ald]  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA