"Dicek asalnya dari mana itu informasi, medianya benar tidak. Bisa dilihat dari susunan redaksinya, ada alamat kantor, ada badan hukum. Kalau tidak ada berarti abaikan, jangan dijadikan bahan menulis," jelas wartawan senior
Kantor Berita Politik RMOL Dar Edi Yoga dalam diskusi 'Wisata Literasi Legislatif' di arena Pameran Hari Pers Nasional 2018, GOR Agus Salim, Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (6/1).
Dar Edi Yoga mengingatkan, saat ini ada sekitar 43 ribu lebih media massa berbasis online di Indonesia. Namun yang baru terverifikasi sekitar 380-an, dan sisanya masih dalam proses.
Ada puluhan pelajar dan mahasiswa mengikuti diskusi yang juga menghadirkan dua pembicara lainnya yakni anggota DPR Marlinda Irwanti dan Vince yang merupakan staf pengajar Universitas Bung Hatta (UBH). Mereka tampak antusias menyimak dan bertanya kepada para pembicara.
"Kemudian dalam memposting tidak boleh sembarang menyebarkan informasi di media sosial. Sudah banyak kasus dijerat UU ITE karena asal posting. Makanya nge-share berita harus melihat asalnya," kata Dar Edi Yoga.
Seorang wartawan harus menguasai kode etik jurnalistik. Tugas wartawan menggali sebanyak mungkin informasi untuk khalayak umum dari nara sumber bukan justru ikut beropini apalagi memperdebatkan.
"Andaikan ada yang salah bisa dikenakan sanksi sama media bersangkutan itu yang pertama," jelasnya menjawab pertanyaan salah seorang pelajar.
Lanjut Dar Edi Yoga, dalam suatu produk jurnalistik, yang berhak menyelesaikan perselisihan dengan media bila terjadi masalah adalah Dewan Pers. Terkecuali bukan produk jurnalistik bisa dilaporkan ke kepolisian.
Pembicara lain Vince menekankan larangan menjiplak atau plagiat hasil karya tulis. Seperti karya skripsi mahasiswa dibuat jurnal kemudian diterbitkan secara daring.
"Jadi akan ketahuan ini misal orangnya meniru atau plagiat, menjiplak hasil karya orang lain. Kalau disertasi yang plagiat itu dicabut gelar doktornya," tuturnya.
Marlinda menambahkan bahwa setiap legislator di Senayan sebetulnya diwajibkan membukukan kinerja per tahun. Sehingga masyarakat bisa tahu kerja-kerja para wakilnya. Semua ada di perpustakaan parlemen.
"Saya wajib turun minimal dua bulan sekali. Tidur di rumah penduduk menyerap aspirasi kemudian dibawa di Jakarta, dicarikan solusi misal ada sekolah ambruk, anak sekolah tidak bisa lanjut karena miskin. Kami bantu dengan beasiswa Dikti," imbuh Marlinda.
[wah] Â
BERITA TERKAIT: