Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Masi Bintoro mengaku senang atas tanggapan positif dari dewan. Di mana, selama ini pemerintah justru kurang memberikan perhatian atas panganan sagu.
"Kami inginkan sagu menjadi perhatian strategis dari pemerintah. Karena perhatian dari pemerintah kurang," katanya.
Selama ini, lanjut Bintoro, banyak peneliti kurang mendapat pendanaan dari pemerintah untuk mengembangkan komoditas sagu di Indonesia.
"Ini mestinya kalau ada riset tentang sagu pasti tidak diterima, karena dianggap sagu itu bukan prioritas. Departemen kalau pengadaan mesin atau apa selalu akan dicoret," ungkapnya.
Padahal, tidak hanya untuk bahan makanan, sagu juga bisa dijadikan berbagai macam bahan baku. Misalkan gula, bio etanol, obat-obatan dan lain sebagainnya.
Karena itu, Masi meminta itikad baik pemerintah untuk lebih memberikan perhatian kepada panganan sagu. Salah satunya dengan mendirikan berbagai infrastruktur untuk memudahkan pemasaran sagu.
"Kami khawatir suatu saat kita merasa penting itu sagu tapi sagu sudah tidak ada. Dibikin rumah, jalan, dan lain-lain. Kita punya lahan lebih dari lima juta hektar tapi sekarang izin prinsip diminta untuk dialihkan," jelas Bintoro.
Sementara itu, anggota Komisi IV Robert Kardinal menyambut baik aspirasi yang disampaikan Masi. Menurutnya, panganan sagu tidak hanya untuk membuat masyarakat kenyang tapi juga berguna bagi kesehatan. Terlebih, sagu di Indonesia tidak perlu lagi ditanam seperti panganan lain.
"Sagu ini kalau dibilang khususnya di Papua tidak perlu capek-capek itu petaninya. Sudah tumbuh sendiri, jadi tinggal ambil saja. Tinggal bangun pabrik, panen. Mau swasembada pangan tapi impor, padahal potensi kita ada 5,2 juta hektar di seluruh Indonesia," jelasnya.
"Kita akan dorong pemerintah untuk tidak hanya memperhatikan padi atau beras atau jagung, kedelai tapi sagu juga diangkat sebagai panganan juga. Orang Papua dulu makan sagu, dikasih raskin malah makan nasi tidak makan sagu lagi," tegas Robert.
[wah]
BERITA TERKAIT: