Diusir Dan Dianiaya, Lima Tahun Ibu Guru Ini Belum Menemukan Keadilan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 12 Juli 2016, 14:16 WIB
Diusir Dan Dianiaya, Lima Tahun Ibu Guru Ini Belum Menemukan Keadilan
rmol news logo Nasib seorang guru masih termarjinalkan di Indonesia. Setidaknya kenyataan itu tercermin dari kasus ibu guru Nelly Dona Hutabarat.

Nelly adalah salah satu contoh guru Indonesia yang jasanya tidak dihargai oleh bangsanya sendiri.

Saat ini ia masih mengajar di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Namun ia tak akan bisa melupakan kejadian pahit yang menimpanya pada 2011 silam.

Berpakaian dinas guru jauh dari Deli Serdang, Nelly menyambangi kantor redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (12/7).

Nelly bercerita, semua berawal dari penonaktifan SDN 106159 Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan di mana ia mengajar, dan pembongkaran paksa atas rumah dinasnya. Hal itu dilakukan berdasar Surat Keputusan Kepala Dinas Dikpora. Drs Sofian M.Pd, nomor 800/6921/SKR/2010 tertanggal 29 Juni 2010.

Berdasarkan surat itu, sebanyak 14 guru SDN 106159 dimutasi ke sekolah lain di kecamatan Percut Sei Tuan. Sedangkan para murid di-regrouping alias digabung ke tiga SDN lain.

Belakangan diketahui bahwa "penggusuran" guru dan murid itu adalah untuk kepentingan pembangunan sekolah SMPN 6 Percut Sei Tuan.

Nelly pun mengajukan proses hukum menggugat SK Kepala Dinas Dikpora itu. Berdasarkan PP 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS, SK Dikpora tidak berwenang untuk "mematikan" aktivitas sebuah sekolah dan membongkar rumah dinas guru.

Tetapi, pengosongan dan pembongkaran rumah dinas tetap dilaksanakan pada 24 November 2011, bahkan dengan cara sangat tidak berperikemanusiaan.
Pembongkaran dengan cara tidak manusiawi itu turut didalangi oleh Kepala SMPN 6, Elfian Lubis, yang mengeluarkan surat perintah eksekusi dua hari sebelumnya.

Padahal saat pembongkaran paksa berlangsung, proses hukum masih berjalan di Mahkamah Agung. Selain itu, SDN 106159 masih terdaftar di Dapodik Daerah maupun Dapodik Nasional.

"Mereka membongkar memakai jasa orang bayaran. Barang-barang saya dirusak. Saya dianiaya, asbes dijatuhkan menimpa badan saya" ungkap Nelly saat diterima di kantor redaksi, Jakarta, Selasa (12/7).

Kerugian materi akibat pembongkaran itu sekitar Rp 150 juta. Ia pun melaporkan kasus penganiayaan dan pengrusakan itu kepada kepolisian sektor Percut Sei Tuan pada 30 November 2011. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan hukum kepada para pelaku yang dilaporkannya.

Sebelumnya Nelly sudah melaporkan perkaranya ke DPRD Provinsi Sumut dan diterima oleh Fraksi PDIP. Sehari sebelum pembongkaran, Fraksi PDIP menyampaikan surat kepada Bupati agar membatalkan surat eksekusi yang dikeluarkan Kepala Sekolah SMPN 6, dan menunda pembongkaran dan pengosongan rumah dinas guru. Tetapi surat itu dianggap angin lalu.

Sesudah kejadian itu, Nelly tidak berhenti menuntut keadilan. Ia membuat surat pengaduan ke Bupati, Mahkamah Agung, Komnas HAM, Kemendikbud, Kementerian Hukum dan HAM, serta Menteri PAN-RB. Tetapi tidak ada kejelasan selain imbauan dan permintaan mediasi.

"Lima tahun ini saya mencari keadilan, berulang kali datang ke Jakarta sampai ke Kantor Presiden yang menolak saya. Sebagai guru saya dipermalukan," ucapnya lirih.

Tujuan Nelly saat ini adalah mendapat klarifikasi terkait kasus pembubaran secara semena-mena atas sekolah di mana ia mengajar. Juga agar orang-orang yang melakukan pengrusakan dan penganiyaan terhadap dirinya mendapat hukuman setimpal.

"Saya cuma mau martabat saya sebagai guru dipulihkan, orang-orang yang merusak barang-barang pribadi dan menganiaya saya dihukum. Itu saja," lanjut Nelly tak kuasa menahan tangis. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA