"Kita berupaya mudah-mudahan ada kesamaan pandang untuk bagaimana kemudian kita bisa sama-sama memasuki bulan Syawal ini. Namun kalau pada akhirnya terjadi perbedaan, kita harus menyikapi dengan arif dan bijaksana karena tentu perbedaan masing-masing memiliki landasan penjelasannya masing-masing," ucap Menag Lukman Hakim Saifuddin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/7).
Saat ini, lanjut Lukman, pemerintah belum menentukan waktu Lebaran. Pemerintah masih akan menunggu hasil
itsbat pada 16 Juli nanti.
Sebelum, ada prediksi lebaran tahun ini akan bareng antara Muhammadiyah, pemerintah, dan NU. Alasannya, hasil hisab menunjukkan, tinggi
hilal (bulan baru) pada saat terbenah mata hari di 16 Juli cukup tinggi, sehingga memungkinkan untuk teramati.
Namun begitu, kata Lukman, potensi lebaran beda tetap ada. "Tentu, sebagai sebuah kemungkinan, ke arah sana masih terbuka," imbuhnya.
Selama ini, yang menyebabkan perbedaan awal puasa dan lebaran sebenarnya bukan hasil hisab, tapi lebih pada kriteria. Untuk hasil hisab, baik Muhammadiyah, pemerintah, maupun NU, relatif sama.
Untuk kriteria, Muhammadiyah memegang wujudul hilal, yang artinya berapa derajatpun hilal, asal berada di atas ufuk saat terbenam matahari, maka keesokan harinya sudah masuk bulan baru. Sedangkan pemerintah dan NU menganut
imkanur rukyat yang artikan posisi hilal yang mungkin dilihat. Untuk
imkanur rukyat ini, bulan baru bisa dilihat jika saat terbenam mata hari posisi bulan berada di atas 4 derajat.
Untuk menyelesaikan hal ini, Kemenag terus berkomunikasi dengan semua ormas-ormas Islam yang ada. "Kami terus komunikasi untuk bisa menyamakan cara pandang," tandasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: