Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, bencana longsor terjadi karena tekstur tanah rentan dan teridentifikasi rawan. Maka itu, Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kemensos memiliki pemetaan.
Selain itu, lanjut Mensos Khofifah, Kemensos memperbanyak Kampung Siaga Bencana (KSB). Warga kampung dilatih menjadi kader yang paham akan tanda-tanda alam sebelum terjadi bencana alam dan agar akrab dengan alam, tapi juga memiliki kesiapan mental menghadapi setiap bencana atau live in harmony with disaster.
"Bagi warga yang tinggal dekat aliran sungai, tahu kapan air meluap dan menggenangi permukiman yang bisa berhari-hari," katanya
usai menyusuri sungai Kelingi, Lubuklinggau, Sumatera Selatan, kemarin.
Pada posisi demikian, menurut Mensos Taruna Siaga Bencana (Tagana) sudah menjadi bagian dari penanganan bencana alam dan sosial, misalnya di Aceh, dengan menyiapkan dapur umum lapangan (dumlap), evakuasi darurat, serta mendirikan tenda darurat. Sedangkan, Tagana pada masa tanggap darurat langsung di bawah Kemensos, jelasnya.
Mensos menambahkan, keberadaan Kota Lubuklinggau bakal menjadi penyangga daerah-daerah di sekitarnya, sekaligus sebagai support tim jika terjadi bencana alam. Di Sumatera gudang logistik terdapat di Kota Palembang, tapi untuk menjangkau Lubuklinggau dibutuhkan waktu 7-8 jam perjalanan darat.
Pasca terjadi bencana, biasanya banyak para korban mengalami gangguan psikologis, seperti rasa cemas dan putus asa. Tagana diharapkan menjadi bagian dari pelayanan tanggap darurat. Maka, Tagana setiap saat harus ada penguatan dan tetap solid di lapangan.
"Tagana adalah relawan dan bukan aparatur pemerintah yang digaji negara. Mereka harus dikelola sebagai community based disaster dan hari ini hadir 520 Tagana dari 16 provinsi," imbuh Mensos mengutip dari rilis Humas Kemensos.
[wid]
BERITA TERKAIT: