Desakan ini disampaikan Komisi Kajian dan Kebijakan Strategis Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Majelis Penyelemat Organisasi (MPO), Suparman, seperti diberitakan
RMOLJabar.Com, (Selasa, 10/3).
Persoalan ini bermula lima tahun lalu ketika suami nenek Asyani menebang kayu di lahan milik sendiri. Tujuh batang kayu jati yang ditebang suaminya itu disimpan di rumah Asyani. Dua tahun kemudian, suami nenek Asyani meninggal. Sedangkan lahan sudah laku dibeli seseorang. Hanya tersisa kayu hasil tebang almarhum suami yang kemudian ingin dijadikan bahan kursi oleh nenek Asyani. Dibawalah kayu itu ke rumah Cipto.
Belakangan pihak Perhutani menuding keberadaan kayu itu ilegal, sehingga harus diamankan. Padahal kejadiannya sudah lima tahun lalu, namun baru dilaporkan pihak Perhutani pada Agustus 2014. Asyani yang berusia 63 tahun, dilaporkan dengan tuduhan
illegal logging.
Menurut Suparman, nenek Asyani harus dibebaskan dari jeratan pasal 12 juncto pasal 83 UU 18/2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan. Alasan Suparman, nenek Asyani tidak merugikan negara. Pengadilan juga tidak etis juga bila harus mengakhiri hidup Nenek Asyani di dalam penjara.
"Selain itu, Pasal 12 juncto pasal 83 UU 18/2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan tidak berlaku terhadap mafia hutan yang berlabel negara," demikian Suparman.
[wid]
BERITA TERKAIT: