DARURAT KEKERINGAN MELUAS

Pemerintah Diminta Serius Kelola Sumber Daya Air

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 19 September 2014, 15:06 WIB
Pemerintah Diminta Serius Kelola Sumber Daya Air
Yudi Widiana Adia/net
rmol news logo Pemerintah diminta lebih serius mengelola potensi sumber daya air (SDA) menyusul ancaman kekeringan yang semakin meluas di pulau Jawa, Bali, NTB dan NTT.

Menurut Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Yudi Widiana Adia, komisinya akan memperjuangkan penambahan anggaran untuk Direktorat Jenderal SDA Kementerian Pekerjaan Umum  guna mengatasi krisis air di tanah air.

"Indonesia seharusnya menjadi salah satu negera terbasah di dunia karena cadangan air di Indonesia diperkirakan mencapai 3.221 miliar meter kubik/tahun. Tapi ketersediaan air justru tidak merata. Saat ini, sudah beberapa daerah mengakukan darurat kekeringan. Karena itu, pengelolaan SDA harus menjadi fokus pemerintah ke depan," terangnya kepada redaksi seseaat lalu, Jumat (19/9).

Dengan cadangan air yang demikian besar, kata Yudi, serta jumlah penduduk sekitar 222 juta jiwa, ketersediaan air per kapita di Indonesia adalah sekitar 16.800 meter kubik. Artinya, setiap orang di Indonesia harusnya bisa mengakses air sebanyak 16.800 meter kubik per tahunnya. Namun berbagai tantangan pengelolaan sumber daya air membuat masalah-masalah seputar ketersediaan air pun muncul. Menurut Yudi, kekeringan dan krisis air yang terjadi disebagian wilayah Indonesia saat ini karena kapasitas tampung waduk masih rendah, disisi lain kebutuhan air baku semakin tinggi akibat pesatnya jumlah penduduk, berkembangnya aktivitas manusia dan tidak efisiennya pola pemanfaatan air.

"Saat ini daya tampung waduk kita hanya 20 persen. Sementara layanan irigasi waduk baru 11 persen. Bagaimana bisa untuk memenuhi kebutuhan air baku dan irigasi yang ada. Tak heran, jika memasuki musim kemarau, kekeringan terjadi dimana-mana karena pola pemanfaatan air kita tidak efisien," ujar Yudi.

Untuk mengatasi masalah kekeringan, Komisi V menyetujui anggaran sebesar Rp 6,073 triliun dalam RAPBN 2015 . Dana tersebut akan digunakan untuk membangun 23 waduk di kawasan rawan air, 168 situ/embung dan konservasi air di 15 kawasan. Selain itu, juga akan dilaksanakan rehabilitasi 3 waduk dan 31 embung untuk meningkatkan daya tamping air. Pembangunan dan rehabillitasi waduk, embung dan kawasan konservasi tersebut menelan biaya sekitar Rp 4,686 triliun.
 
Sedangkan untuk penyediaan dan pengelolaan air baku, pemerintah menyediakan alokasi anggaran sebesar Rp 1,387 triliun untuk pembangunan sarana dan prasarana air baku dengan kapasitas 2,87m3/detik dan rehabilitasi dengan kapasitas 5,46 m3/detik.

Tak hanya ketersediaan air bersih, ketersediaan air untuk pertanian juga menurun akibat kekeringan. Hal ini diperparah dengan belum optimalnya kinerja layanan jaringan irigasi dan rawa yang ada akibat menurunnya kondisi jaringan irigasi.

"Dari total seluruh luas layanan irigasi terbangun sebanyak 7,2 juta hektar, kurang lebih 36 persen-nya dalam kondisi rusak. Kerusakan itu sebagian besar terjadi di daerah irigasi yang potensial menyumbang pangan nasional. Karena itu, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya harus menjadi prioritas," tutup Yudi. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA